Mimpi Indonesia Jadikan Ubud Destinasi Wisata Gastronomi Dunia

Pura Desa Gede, Desa Peliatan, Ubud, Bali
Sumber :
  • Antara/ Nyoman Budhiana

VIVA – Di mata dunia, Bali terkenal sebagai surga. Indah karena pemandangan alamnya, juga kaya akan ragam budaya. Para wisatawan bahkan kini mulai melirik kuliner khas Bali. Bukan cuma sekadar mencicipi, tapi mulai menggali lebih dalam, filosofi di balik kuliner tersebut.

Kondisi ini membuat Kementerian Pariwisata gencar menjadikan daerah di Bali, khususnya Ubud sebagai destinasi wisata gastronomi, sebuah perjalanan yang berhubungan dengan makanan ke suatu daerah dengan tujuan rekreasi.

Tak sekadar wacana, pemerintah sudah melakukan beragam upaya, agar rencana ini benar-benar terwujud. Jika nantinya, Ubud benar-benar telah resmi ditetapkan sebagai destinasi wisata gastronomi internasional sesuai standar dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Badan Pariwisata dunia atau United Nation World Tourism Organization (UNWTO).

Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya mengatakan, secara holistik penetapan dan penilaian Ubud sebagai destinasi gastronomi merupakan yang pertama di dunia.

Upaya menjadikan Ubud sebagai destinasi wisata gastronomi juga menjadi salah satu bagian strategi pengembangan wisata kuliner Kemenpar, yakni menaikkan popularitas destinasi kuliner yang lebih dikenal dunia sebagai destinasi gastronomi ke dunia internasional.

Mungkin, di dalam negeri istilah wisata kuliner lebih populer dibanding gastronomi. Tapi keduanya, sama-sama berkaitan dengan makanan dan minuman.

Dan perlu diketahui, belanja wisatawan sekitar 30-40 persen dialokasikan untuk kuliner. Tapi sayangnya, kuliner justru belum menjadi alasan utama bagi wisatawan mancanegara (wisman) untuk datang ke Indonesia.

“Kuliner kita sangat kaya dan beragam tapi kita tidak punya destinasi kuliner kelas dunia. Ini yang ingin kita wujudkan,” kata Menpar.

Arief yakin, jika Ubud telah tersertifikasi sebagai destinasi wisata gastronomi dunia, maka kredibilitas Indonesia di mata dunia akan naik sehingga lebih mudah memasarkannya kepada wisatawan wisman.

Bukan cuma itu keuntungannya. Jika resmi disertifikasi, Ubud juga bakal jadi prototype. Namun, untuk dapat dinyatakan sebagai prototype, terdapat lima kriteria standar untuk Destinasi Gastronomi UNWTO di antaranya adalah gaya hidup, produk lokal, budaya dan sejarah, cerita di balik makanan, serta nutrisi dan kesehatan.

Penerapan standar ini penting karena akan menjadi tolak ukur bagi Indonesia dan target setelah Bali akan segera diduplikasi ke daerah-daerah lain di Indonesia. "Saya ingin Indonesia memiliki destinasi kuliner kelas dunia, untuk itu kita perlu sertifikasi. Kalau mau jadi global player harus jadi global standard dan salah satu yang diakui dunia UNWTO dalam hal kuliner atau gastronomi," kata Arief.

Arief juga mengatakan, bahwa saat ini Ubud tengah dinilai oleh UNWTO untuk ditetapkan sebagai destinasi gastronomi prototype standar UNWTO usai diperjuangkan selama beberapa tahun ini.

"Sekarang sudah di-assess untuk Ubud. Jadi menurut saya the best endorser adalah lembaga seperti UNESCO dan seperti UNWTO. Dan yang bagus mengatakan bukan Menpar tapi lembaga dunia yang men-sertifikasi, dan ini tidak mudah ini, sudah tahun ketiga. Ketika Ubud sudah di sertified, maka kredibilitas kita akan (menjadi) level dunia," ujarnya menjelaskan.

Untuk bisa mengangkat Ubud sebagai destinasi gastronomi dunia juga perlu melewati tiga tahapan penting. Pertama, melakukan inventarisasi aset dan atraksi gastronomi termasuk memetakan kesiapan industri dan pelaku usaha yang kemudian dibukukan dalam sebuah laporan dan diajukan ke UNWTO.

Kedua, penilaian oleh UNWTO, mulai proses verifikasi dan analisis melalui metode yang cukup detail termasuk 600 wawancara dengan kuesioner kepada semua stakeholders gastronomi, produsen, hotel, restoran, chefs, inisiator food festival, pemerintah daerah, penyedia transportasi, akademisi, wisatawan.

Ketiga, rekomendasi yang perlu diterapkan dan dilakukan oleh stakeholders untuk kemudian dilakukan penilaian kedua yang dijadwalkan awal Agustus 2019. "Diharapkan program ini akan selesai secepatnya dan Ubud menjadi prototype gastronomy holistik pertama di Indonesia dan dunia,” kata Ketua Tim Percepatan Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja Kemenpar, Vita Datau.

Sebagai informasi, penilaian secara holistik ini baru pertama kalinya diterapkan di Ubud. Karena kabarnya, penilaian-penilaian yang pernah dilakukan di negara lain hanya secara parsial. “Kalau melihat kesiapan pemerintah daerah dan stakeholders di Ubud, seharusnya tahun ini kita bisa dapat sertifikatnya.”

Kenapa Ubud

Ubud tak sekadar menyimpan keindahan, namun sudah dikenal dunia. Apalagi Ubud juga punya ciri khas, memiliki sistem pengairan sawah yang dikenal dengan nama Subak--oganisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam bercocok tanam padi di Bali, Indonesia.

Subak pada umumnya memiliki pura yang dinamakan Pura Uluncarik atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan petani. United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau organisasi dunia di bidang pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan mengakui sistem pengairan pertanian Bali yang disebut sebagai Subak sebagai bagian dari warisan budaya dunia.

Ubud juga menyimpan banyak sejarah peradaban. Dari sini pula, wisatawan yang datang bisa menggali lebih dalam mengenai sejarah di balik kuliner Ubud. "Kenapa kita mulainya di Ubud, karena kita itu juga pengen cepat Indonesia itu dikenal dan dikomunikasikan," ujar Vita menambahkan.

Vita yakin, dengan banyaknya cerita sejarah yang tersimpan, tak sulit memperkenalkan Ubud sebagai destinasi wisata gastronomi ke depan. Apalagi semua kuliner yang ada di Ubud, merupakan hasil dari produk lokal daerah itu sendiri.

"Kita bukan hanya bicara pariwisata, tapi pariwisata itu payungnya, karena itu yang akan meng-capitalize mendatangkan duit pariwisata, orang datang, turis spending."

Bukan hanya siap dari lokasi, warga sekitar Ubud juga sangat mendukung mimpi Kemenpar ini.

Ladang Baru Pendapatan

Dengan ditetapkannya Ubud sebagai prototype destinasi gastronomi untuk Indonesia dan dunia nantinya, tentu akan ada banyak keuntungan yang bisa diraih. Tak hanya menguntungkan dari sisi jumlah kunjungan wisata, tapi dengan ditetapkannya Ubud menjadi destinasi gastronomi prototype juga akan berdampak pada perekonomian Indonesia, bukan hanya nasional tapi juga daerah.

Aditya Amaranggana sebagai Project Specialist UNWTO, mengatakan bahwa dengan ditetapkannya sebuah daerah menjadi destinasi gastronomi, akan semakin besar juga peluangnya untuk menarik wisatawan dan yang lebih penting lagi adalah adanya pemerataan pendapatan dari hulu hingga hilir.

"Gastronomy tourism ini potensinya bisa menyebarkan pengeluaran turis yang datang ke Indonesia untuk lebih bisa mencapai daerah rural. Jadi tidak hanya terfokus misalnya Bali di Kuta. Jadi ada potensi pemerataan pendapatan dari sektor pariwisata,” ujarnya.

Vita Datau yakin, Indonesia sangat kaya dan memiliki beragam kekayaan produk. Dia juga yakin, tak akan sulit mewujudkan mimpi menjadikan daerah lain selain Ubud sebagai destinasi wisata gastronomi berikutnya.

Banjir Dukungan

Pakar Kuliner William Wongso mengatakan, rencana pemerintah ini menjadi hal yang positif untuk lebih memperkenalkaan Indonesia pada dunia. "Saya kira bagus, karena di situ dikunjungi turis dari mancanegara yang suka budaya kuliner dan suasana," katanya kepada VIVA.

Meski begitu, William menyarankan, program ini dibuat lebih matang. Perlu ada program-program penunjang agar mimpi ini berkelanjutan. Ke depannya ia juga berharap agar Ubud nantinya bisa dijadikan tempat untuk belajar para wisatawan agar bisa lebih mengenal makanan nusantara. "Untuk itu, perlu mendatangkan ahli dari nusantara di Bali," katanya.  

William juga berharap, ketika Ubud telah menjadi prototype destinasi gastronomi dunia, setiap daerah di Bali juga menyajikan hidangan khas daerahnya. Bukan menyajikan makanan modern. "Makanya harus dibikin sentra, jadi kalau ada wisatawan mau tanya kuliner, itu orang akan tertarik untuk berkunjung. Jadi mesti tradisinya yang kuat, jangan yang modern kemudian menutupi makanan tradisi kita."

William juga yakin, masih banyak daerah lain di Indonesia yang bisa dijadikan destinasi wisata gastronomi. Dia meyakini, Sumatera Barat dan Aceh ke depannya juga harus menjadi destinasi wisata gastronomi.

"Sekarang dunia itu lagi bosen dengan yang modern, makanya lagi mencari rasa-rasa baru dan nanti larinya akan ke Asia tenggara. Makanya saya lihat ini potensinya akan besar sekali untuk Indonesia."

Untuk itu, bukan cuma Ubud yang harus mempersiapkan diri, daerah-daerah lain juga secepatnya harus siapkan diri. Termasuk sumber daya manusia di daerah harus ikut diberdayakan. Mereka juga harus paham, apa itu gastronomi.

"Kita approach pengenalan Indonesia harus dengan food culture, bukan cuma rasa tok, kita harus memperkenalkan food culture-nya jadi harus diberikan informasi, jadi bukan sekadar makan saja dan cuma nyobain saja.  tapi juga harus paham tentang latar belakang budaya dari makanan itu."

William yakin, dengan banyaknya orang-orang Indonesia yang paham tentang latar belakang sejarah di balik kuliner nusantara, akan banyak pula wisatawan yang tertarik untuk belajar lebih dalam, mengenal kuliner Indonesia. Tentu dengan datang langsung dan belajar mengenal kuliner nusantara di tempat asalnya.

"Karena makanan di Indonesia hanya seolah untuk hidup dan selera lokal. Sering masih nganggep selera lokal susah diperkenalkan orang nonlokal. Padahal maraknya sosial media, orang mau cari tempat yang benar-benar otentik."

Bukan cuma William Wongso, sebagai pecinta kegiatan traveling, selebriti Darius Sinathrya juga sangat setuju jika Ubud dijadikan sebagai destinasi gastronomi prototype untuk Indonesia dan dunia.

"Setiap daerah itu kan pasti memiliki masakan lokal yang  memang orang lokalnya saja yang tahu (otentik), dan yang tidak diangkat untuk disajikan ke pengunjung, itu yang sebenarnya menarik. Itu akan menarik jika akhirnya Ubud buka destinasinya," kata Darius.

Darius pun mengakui, seringkali datang ke Ubud untuk mencicipi kuliner khasnya. Mulai dari bebek tepi sawah, nasi campur, hingga babi panggang. "Ini yang asyik banget di sana dan jadi favorit kita," ujarnya.

Ia juga beranggapan, Indonesia sangat kaya. Setiap daerah memiliki ciri khas masakan masing-masing. Tapi, bentuk, rasa dan cara pengolahannya pasti berbeda satu sama lain. "Saya pikir untuk Bali, Ubud masih menjadi salah satu yang memiliki kemurnian yang ketika ditunjuk budayanya kuat, lalu ditambah lagi dengan kulinernya yang merupakan bagian dari budaya juga kan, maka akan semakin lengkap." (mus)