Jejak Wabah Hepatitis A di Pacitan

Ilustrasi Hepatitis.
Sumber :
  • Pixabay/pexels

VIVA – Wabah hepatitis A di Pacitan semakin mengkhawatirkan. Setelah dua pekan, Pemerintah Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, akhirnya menetapkan kejadian luar biasa (KLB) menyusul temuan lebih dari 800 warganya yang terjangkit.

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan, Eko Budiono, menjelaskan wabah penyakit ini mulai teridentifikasi pada 13 Juni lalu dengan jumlah penderita awal sebanyak 24 orang di sejumlah kecamatan di Pacitan.

Namun hanya dalam dua pekan, pada Minggu, 30 Juni 2019, terdata 877 warga terjangkit. Kini, angka penderitanya kian meningkat. Kemenkes menyebut hingga 3 Juli 2019 total kasus kini mencapai 957 orang.

Sementara itu, dari 957 kasus tersebut tidak ada kematian, hanya 41 orang yang dirawat dan satu kasus yang dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan. Sebanyak 309 orang yang juga dinyatakan positif mengidap hepatitis A kini dirawat di fasilitas kesehatan, sisanya dirawat di rumah masing-masing.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Anung Sugihantono, mengatakan bahwa kasus hepatitis A ini tersebar di sembilan puskesmas, yakni, Sudimoro, Sukorejo, Ngadirojo, Wonokarto, Tulakan, Bubakan, Tegalombo, Arjosari dan Ketrowonojoyo. Bahkan info terbaru menyebutkan bahwa wabah hepatitis A sudah menyebar hingga ke Trenggalek. Per tanggal 3 Juli 2019, jumlah kasus hepatitis A yang ditemukan di Trenggalek mencapai 159 kasus, dugaan penyebaran hepatitis A di Trenggalek masih sama dengan yang terjadi di Pacitan.

Kejadian Luar Biasa

Karena jumlahnya yang kian bertambah, Pemerintah Kabupaten Pacitan menetapkan kejadian luar biasa hepatitis A pada 25 Juni lalu. Penetapan wabah hepatitis A sebagai KLB ternyata sudah jadi hal biasa. Hepatitis juga menjadi salah satu 'pekerjaan rumah' bagi pemerintah sejak 2007 silam. Wabah hepatitis ini juga dialami banyak penduduk tak hanya di Asia Tenggara namun juga di dunia.

Dilansir depkes.go.id pada tahun 2010 pada sidang World Health Assembly ke-63 di Geneva tanggal 20 Mei 2010, Indonesia bersama Brasil dan Kolombia menjadi sponsor utama untuk keluarnya resolusi tentang hepatitis virus sebagai Global Public Health Concern.

Hasilnya, usulan tersebut diterima dan tercetuslah resolusi tentang hepatitis nomor 63.18 yang menyatakan bahwa hepatitis virus yang menjadi salah satu agenda prioritas dunia. Pertemuan tersebut kemudian juga ditetapkan sebagai Hari Hepatitis Sedunia (28 Juli).

Di Indonesia, berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, pada 2013 secara nasional diperkirakan terdapat 1,2 persen penduduk di Indonesia mengidap hepatitis. Kondisi ini meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 2007, yaitu sekitar 0,6 persen.

Apabila dikonversikan ke dalam jumlah absolut penduduk Indonesia tahun 2013 sekitar 248.422.956 jiwa, maka bisa dikatakan bahwa 2.981.075 jiwa penduduk Indonesia terinfeksi hepatitis.

Berdasarkan data tersebut pula, lima provinsi dengan prevalensi hepatitis tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, NAD, Gorontalo dan Papua Barat.

Sedangkan pada tahun 2013 ada 13 provinsi yang memiliki angka prevalensi di atas rata-rata nasional yaitu, Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Maluku, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, NAD, Nusa Tengara Barat, Maluku Utara, Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan.

Penyebab dan penyebarannya

Hepatitis A merupakan peradangan organ hati akibat infeksi virus hepatitis A. Infeksi yang akan mengganggu kerja organ hati ini dapat menular dengan mudah melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi virus.

Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis A. Virus ini dapat menyebar dengan mudah melalui konsumsi makanan atau minuman yang telah terkontaminasi tinja penderita hepatitis A.

Pada kasus KLB yang terjadi di Pacitan, penyebaran virus hepatitis terjadi akibat aliran air sungai yang terkontaminasi dan dikonsumsi warga sekitar. Di tambah lagi, penularan dari pasien yang terjangkit bisa dengan mudah terjadi, misalnya, melalui liur, kencing, feses, hingga makanan dan minuman yang tercemar virus.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan, Achmad Yurianto, menjelaskan hepatitis A adalah terminologi yang digunakan untuk penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus tipe A. "Hepatitis A masuk ke dalam tubuh melalui saluran makanan. Jadi bisa melalui makanan yang tercemar virusnya atau minuman yang tercemar virusnya," jelas Achmad.

Orang yang terjangkit penyakit ini kemudian menyebarkan virus hepatitis A melalui cairan kencing atau feses. Virus ini kemudian menyebar ke makanan atau minuman dengan berbagai metode dan cara yang kemudian dikonsumsi orang banyak.

"Yang paling memungkinkan dengan outbreak (wabah) yang seperti ini mungkin ada cemaran sumber air oleh virus A, sehingga air ini digunakan secara massal oleh banyak orang, padahal air ini mengandung virus A," jelasnya.

"Ini kemudian menjadi jawaban mengapa cepat sekali dalam waktu singkat langsung banyak (orang yang terjangkit virus hepatitis A)," Achmad menambahkan.

Selain itu, berkurangnya pasokan air bersih di daerah Pacitan ditengarai menjadi penyebab merebaknya penyakit hepatitis A di wilayah itu. Kekeringan yang terjadi selama beberapa bulan terakhir juga ikut mempercepat penyebaran virus. Selain itu, sanitasi masyarakat juga tidak terjaga dengan baik.

Bisa disembuhkan

Meski bersifat akut, hepatitis A ternyata bisa sembuh dengan sendirinya. Angka yang ada selama ini belum pernah menunjukkan angka kematian akibat hepatitis A. Cukup melegakan memang. Bisa dibilang, dari jenis hepatitis lainnya (B dan C), hepatitis A inilah yang paling ringan.

"Istilahnya, penyakit ini tidak membunuh, tapi sangar karena mudah menyebar," imbuhnya.

Achmad Yurianto mengatakan, meski hepatitis A berpotensi menjadi wabah, namun penyakit ini bukanlah penyakit yang berbahaya.

"Hepatitis A berpotensi menjadi outbreak dan menjadi banyak, tapi perjalanan klinisnya seringkali bisa sembuh dengan sendirinya," ujarnya.

Kendati begitu, dia menambahkan, penyakit ini bisa berbahaya bagi pasien yang memang kondisi tubuhnya tidak sehat. "Pada orang-orang yang sudah diawali kondisi tubuhnya yang tidak sehat, memang bisa menjadi parah," katanya.

Secara umum, kondisi badan mereka yang terjangkit virus ini tampak letih, lesu dan lemah. "Akibat fungsi livernya terganggu untuk memetabolisme bilirubin, sehingga akan terjadi pengendapan bilirubin di mata, sehingga selaput putih mata berwarna kuning," jelasnya.

Gejala yang paling sering terjadi pada kondisi ini adalah perubahan warna kuku, mata, hingga kulit menjadi berwarna kekuningan. Oleh masyarakat umum, penyakit ini kemudian disebut penyakit kuning.

Selain itu, warna cairan kencing penderita hepatitis A juga berwarna kuning kecokelatan. "Itu adalah tanda-tanda ada fungsi lever yang tidak maksimal dalam metabolisme bilirubin."

Hepatitis A merupakan penyakit menular oleh virus yang menyerang organ liver atau hati manusia. Masa inkubasi atau perkembangan penyakit hepatitis A dalam tubuh selama 15-50 hari, sementara masa penyembuhannya sekitar 2 minggu, bahkan bisa kurang atau lebih dari dua minggu.

Langkah Pemerintah

Untuk menanggulangi penyebaran penyakit, pasca-penetapan KLB hepatitis A, Dinas Kesehatan Pacitan melakukan upaya penanggulangan dan pencegahan.

"Upaya yang dilakukan saat ini adalah pelayanan pengobatan di seluruh puskesmas, dan perbaikan kualitas lingkungan melalui kaporitisasi," ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Jatim, Setyo Budiono, saat dihubungi VIVA, Jumat, 28 Juni 2019.

Selain itu, pihaknya juga akan memperbaiki perilaku hidup bersih dan sehat terutama cuci tangan pakai sabun serta peningkatan pengetahuan masyarakat melalui penyuluhan massal lewat radio dan penyuluhan-penyuluhan. 

"Yang terakhir kami juga akan melakukan penguatan surveilans," kata Setyo. 

Menanggapi hal ini, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Wiendra Waworuntu, mengatakan bahwa pihaknya akan meninjau langsung ke Pacitan. Ia akan memastikan dan mengonfirmasi terkait data penderita hepatitis.

"Yang penting kita lagi kaji dan juga turun lapangan untuk cari penyebabnya agar  bisa memutuskan rantai penularannya dan tahu kumannya yang positif," ungkap Wiendra saat dihubungi VIVA, Jumat, 28 Juni 2019.

Ia melanjutkan bahwa pihaknya juga akan segera melakukan koordinasi internal Subdit Surveilans dan Subdit HISP Hepatitis dan Infeksi Saluran Pencernaan (HISP). Wiendra melanjutkan bahwa pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Dinkes Provinsi Jawa Timur, Dinkes Kabupaten Pacitan, serta Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Surabaya.

"Kami akan mengumpulkan informasi kasus hepatitis A, perkembangan kasus, kronologi kejadian, dan informasi faktor risiko, serta data lainnya yang sudah dikumpulkan oleh Dinkes Pacitan," kata dia. 

Tak hanya itu, pemberian zat desinfektan air juga dilakukan pada sumber dan tempat penampungan air. Selain itu, Dinkes Pacitan juga bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menyediakan pasokan air bersih bagi daerah yang kekurangan air bersih.

Bagi para pasien yang telah terjangkit, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, mengatakan sebaiknya beristirahat.

"Istilahnya diistirahatkan livernya, Liver itu lebih banyak kerja untuk karbohidrat, gula. Itu biasanya kita kurangi," ujar Menkes di Gedung DPR RI, Kamis, 4 Juli 2019. Apalagi katanya, hepatitis A berasal dari virus yang tidak ada obatnya. “Karena itu sebaiknya istirahat," ujarnya.

Terkait penanggulangan hepatitis A, Menkes mengatakan sudah ada arahan. “Tentu yang pertama kita harus menolong korban. Kemudian kita mencari dari mana asalnya ini (virus hepatitis A) dan kita harus cari hulu dari permasalahan ini apa. Apa betul dari air sungai, apa betul dari orang yang BAB dan kemudian membawa virus itu, dan sebagainya,” kata Menkes.

Tak hanya itu, dia juga mengimbau agar masyarakat bisa menerapkan perilaku hidup bersih. Dengan begitu, penularan hepatitis A bisa diminimalisir.

Selain dua imbauan di atas, upaya pencegahan juga melalui promosi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang telah dicanangkan pemerintah untuk mencegah wabah hepatitis, Selain itu menghindari perilaku berisiko serta penapisan darah donor menjadi hal yang utama. 

Keberhasilan pengendalian hepatitis sangat ditentukan oleh dukungan semua pihak. Misalnya, mengembangkan pendidikan kesehatan bagi pelajar dan mahasiswa mengenai cara pencegahan dan penularan wabah hepatitis. (ase)