Listrik Padam Catatan Kelam

Infrastruktur listrik PLN
Sumber :
  • Dok. PLN

VIVA – Nyaris separuh wilayah di Pulau Jawa pada Minggu siang 4 Agustus 2019 atau dua pekan menjelang Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 RI mengalami kejadian luar biasa, yaitu padamnya aliran listrik secara mendadak.

Kejadian yang terjadi pada pukul 11.48 WIB tersebut menciptakan kepanikan, berimbas pada bencana kebakaran, dan kerugian ekonomi yang cukup besar di masyarakat. Bahkan, padamnya listrik juga berdampak besar terhadap aktivitas kehidupan warga.

Pada hari itu, sejumlah layanan publik pun terpaksa harus berhenti operasi dan sejumlah penumpang dievakuasi. Seperti terjadi pada Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta yang harus mengeluarkan 3.000-an penumpangnya dari kereta yang sedang beroperasi di bawah tanah maupun di jalur layang.

Selain itu, akibat padamnya aliran listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), berdampak sejumlah rumah di wilayah Jabodetabek mengalami kebakaran dan banyak warga yang kehilangan tempat tinggal. Tercatat sebanyak 109 jiwa mengungsi dengan kerugian ditaksir mencapai Rp1 miliar.

Peristiwa padamnya listrik di sejumlah daerah di Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan DKI Jakarta ini, menjadi catatan kelam PLN, sejak kasus serupa terjadi pada 1997.

"Iya pernah. Tahun 1997. Jadi Jawa-Bali blackout. Kemudian September 2018 itu parsial. Itu kejadian di Bekasi. Kalau dilihat dari kurun waktu ini tidak sering," kata Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani, di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Cinere, Gandul, Depok, Jawa Barat, Minggu 4 Agustus 2019.

Sripeni mengungkapkan, kejadian padamnya listrik secara massal kali ini menjadi bahan evaluasi, proses improvement, baik dari sisi kesisteman, hingga mana yang masih butuh perbaikan.

Dia menjelaskan, peristiwa padamnya listrik terjadi sekira pukul 11:45 WIB, detik ke-27 pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di Ungaran dan Pemalang akibat terjadi gangguan pada line 1 (circuit 1).

Kemudian, disusul gangguan circuit 2, sehingga keduanya terjadi gangguan. "Akibatnya terjadi penurunan tegangan yang menyebabkan pukul 11:48 detik ke-11 itu menyebabkan jaringan SUTT Depok, Tasik, mengalami gangguan. Akibat dari circuit Ungaran, Pemalang, dua-duanya circuit tadi lepas, akhirnya menyebabkan Depok, Tasik gangguan," katanya.

Peristiwa itu merupakan awal dari terjadinya pemadaman dini sistem listrik di Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.

"Pada saat 11:45 detik ke-27, saat itu Jatim, Jateng normal, hanya Brebes saja. Tapi, Brebes ini masuk ke dalam sistem Jawa Barat. Jadi saat 11:45 Jawa Timur, Bali aman, Jawa Tengah aman. Tapi 11:48 Jabar, DKI, Banten off," tutur Sripeni.

Terkait hal itu, Sripeni bersama jajaran memimpin langsung proses pemulihan (recovery) dari kantor pusat pengatur beban di Gandul, Depok. Ia pun menegaskan bahwa peristiwa ini bukanlah sebuah sabotase atau dampak dari gempa Banten lalu.

Langkah Recovery

Sementara itu, untuk memastikan secara jelas apa yang menjadi penyebab blackout ini, PLN akan melakukan investigasi secara mendalam baik secara internal maupun eksternal.

Selain itu, untuk melakukan recovery, pihaknya juga mengajak sejumlah perguruan tinggi untuk kerja sama menyelesaikan masalah ini secara cepat dan komprehensif.

Sripeni mengakui, sejak kejadian padam pukul 11.45 WIB pada Minggu 4 Agustus 2019, dirinya memimpin langsung proses recovery, dan pada pukul 16.27 WIB juga melihat langsung listrik dari Jawa Timur masuk dari Saguling dan Cirata.

"Dari situ kita tunggu sampai ke Cibinong sampai ke Depok. Alhamdulillah pasokan listrik sampai ke Gandul. Mudah-mudahan berjalan lancar proses recovery ini," ujarnya.

Kemudian, lanjut dia, langkah recovery berlanjut setelah dari Gandul, di mana PLN akan memasok ke Suralaya dan menuju Muara Karang. Ia berharap sistem berjalan lancar dalam tahap penormalan.

"Sumber daya akan kami fokuskan sistem pelistrikan. Kami akan melakukan improvement internal dan investigasi internal," katanya.

Sementara itu, untuk recovery hingga Senin 5 Agustus 2019, pukul 12.00 WIB berdasarkan data PLN ada sejumlah pembangkit listrik sudah menyala dan siap menyalurkan listrik ke masyarakat. 

Pembangkit yang menyala tersebut antara lain PLTU Suralaya III dan VIII, Pembangkit Priok Blok 1-4, Pembangkit Cilegon, Pembangkit Muara Karang, PLTP Salak, PLTA Saguling, PLTA Cirata, Pembangkit Muara Tawar, Pembangkit Indramayu, Pembangkit Cikarang, PLTA Jatiluhur, dan PLTP Jabar.

"Total ada 23 GITET (Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi) telah beroperasi," jelas Sripeni.

Jokowi Kecewa pada PLN

Buntut mati lampu massal di hampir setengah Pulau Jawa pun menjadi perhatian orang nomor satu di Indonesia. Pada Senin pagi, 5 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo pun mendatangi kantor pusat PLN.

Jokowi langsung menggelar rapat terbatas dengan sejumlah pihak terkait. Di antaranya, menteri Perhubungan, sekretaris kabinet, menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, menteri Komunikasi dan Informatika, hingga direktur Regional Sulawesi, Sumatera PLN.

Presiden mempertanyakan manajemen PLN, yang tidak mampu mengatasi persoalan ini dengan baik. Bahkan, Presiden sangat kecewa pada PLN tidak memiliki rencana cadangan yang cepat mengatasi masalah jaringan listrik Jawa-Bali. 

Presiden juga mengaku penjelasan dari PLN tidak memuaskan. Pemaparan dari Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani pun dinilai tidak menjawab permasalahan yang terjadi.

Dalam sesi tanya jawab dengan direksi PLN, Jokowi sebenarnya meminta agar PLN memberi penjelasan yang simpel dan bisa diterima. Tetapi penjelasan itu justru sangat teknis.

"Yang paling penting saya minta perbaiki secepat-cepatnya, yang memang dari beberapa wilayah yang belum hidup segera dikejar dengan cara apa pun agar segera bisa hidup kembali," ujar Presiden Jokowi di kantor pusat PLN, Jakarta, Senin, 5 Agustus 2019.

"Kemudian (diselesaikan) hal-hal yang menyebabkan peristiwa besar ini terjadi," tegasnya.

Jokowi pun memberikan ultimatum bahwa peristiwa seperti ini jangan sampai terjadi lagi, mengingat terlalu banyak masyarakat yang dirugikan. "Itu saja permintaan saya," kata Jokowi.

Kompensasi PLN

Sebagai bentuk tanggung jawab pada masyarakat, PLN menyatakan akan memberikan kompensasi sesuai deklarasi Tingkat Mutu Pelayanan (TMP), dengan indikator lama gangguan.

Kompensasi akan diberikan sebesar 35 persen dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen golongan tarif adjustment, dan sebesar 20 persen dari biaya beban atau rekening minimum untuk konsumen pada golongan tarif yang tidak dikenakan penyesuaian tarif tenaga listrik (non adjustment). Penerapan ini diberlakukan untuk rekening bulan depan.

Khusus untuk pra bayar, pengurangan tagihan disetarakan dengan pengurangan tagihan untuk tarif listrik reguler. Pemberian kompensasi akan diberikan pada saat pelanggan memberi token berikutnya (pra bayar). 

Saat ini, PLN sedang menghitung besaran kompensasi yang diberikan kepada konsumen. Khusus untuk pelanggan premium, PLN akan memberikan kompensasi sesuai Service Level Agreement (SLA) yang telah ditandatangani bersama.  

Direktur Pengadaan Strategis 2 PLN, Djoko Raharjo Abumanan, mengungkapkan, saat ini ada 21 juta pelanggan PLN yang terdampak pemadaman listrik massal di sejumlah wilayah di Pulau Jawa. 

Menurut dia, total kompensasi yang harus dibayar PLN kepada masyarakat ditaksir hampir mencapai Rp1 triliun. Dan berdasarkan hitungan sementara PLN hingga Senin pagi, kompensasi yang harus dibayar mencapai Rp838,9 miliar dan berpotensi akan bertambah. 

"Iya (hampir Rp1 triliun), dan untuk kompensasi PLN langsung otomatis (nanti dibayar melalui pengurangan tagihan" kata Djoko ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin, 5 Agustus 2019. 

Berdasarkan data PLN, detail kompensasi tingkat mutu pelayanan jumlah pelanggan yang terdampak dari Jakarta, Jawa Barat, dan Banten mencapai 21,9 juta pelanggan. Namun, untuk Jawa Tengah belum dimasukkan dalam data tersebut sehingga jumlahnya masih mungkin akan bertambah. 

Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana menyampaikan hal serupa bahwa potensi kompensasi yang harus dibayar oleh PLN mencapai Rp1 triliun. Hal itu berdasarkan hitungan formula dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 tentang Tingkat Mutu Pelayanan.

"Kami sebagai pengawas atau regulator wajib melakukan monitoring dan evaluasi agar tidak terulang lagi," ujar Rida. (art)