Hutanku Makin Membara

Kebakaran hutan terjadi si sejumlah wilayah Indonesia, salah satunya di wilayah Jawa Timur pada 1 Agustus 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/

VIVA – Bencana kebakaran hutan dan lahan atau Karhutla semakin meluas di sejumlah wilayah di Indonesia. Api melalap ratusan hektare di wilayah Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sumatera Selatan, dan Jambi.  

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulan Bencana pada Selasa 13 Agustus 2019, tercatat ada 863 titik panas tersebar di seluruh Indonesia. Titik panas terbanyak terdapat di Kalimantan Barat dengan 391 titik. Diikuti Riau dan Kalimantan Tengah dengan masing-masing terpantau 230 dan 180 titik. 

Meski BNPB, TNI, dan Polri sudah menurunkan ribuan personel gabungan dan helikopter water booming, kebakaran hutan terus menjalar dan semakin meluas. Area kebakaran hutan yang jauh dari sumber air, dan hutan yang sulit diakses membuat tim gabungan kesulitan mengatasi kebakaran ini. 

Sebanyak 9.072 personel TNI, Polri, BNPB, dan masyarakat sudah berusaha memadamkan kebakaran hutan di enam provinsi. Selain itu 28 helikopter water booming dan 6 helikopter patroli dikerahkan untuk membantu mencegah kebakaran meluas. 

BNPB melaporkan, luas area yang terbakar di Provinsi Riau sudah mencapai 204,9 hektare. Di Kalimantan Barat dilaporkan 20,4 hektare lahan terbakar, dan di Kalimantan Tengah 34,48 hektare. 

Kebakaran hutan di Riau telah menyebabkan kualitas udara di provinsi tersebut menjadi tidak sehat. Dilihat dari parameter PM10, kualitas udara Pekanbaru di kisaran 150-250 atau tidak sehat.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Riau mencatat ada ribuan warga yang terkena infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA akibat adanya kebakaran lahan dan hutan yang ada di daerah tersebut pada tahun ini. 

"Kalau sekarang ini yang sudah ISPA di Kota Dumai dan sekitarnya sudah hampir 1.500 warga yang terdampak ispa," kata Eksekutif Daerah Walhi Riau, Riko Kurniawan di kantor Walhi Jakarta, Kamis, 8 Agustus 2019. 

Kabut asap yang cukup tebal juga menyebabkan warga terpaksa mengungsi di Sumatera Barat. Sekitar 800 kepala keluarga di Kampung Pinang Sebatang terpaksa mengungsi akibat 50 hektare kawasan hutan produksi konversi di Kabupaten Pesisir Selatan. 

Jokowi Geram

Bencana kebakaran hutan yang terus terulang setiap tahun membuat Presiden Joko Widodo geram. Jokowi mengingatkan Kapolri, Jenderal Tito Karnavian, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto agar mencopot jajarannya yang tak bisa mengatasi kebakaran hutan. 

"Saya kemarin sudah telepon Panglima TNI, saya minta copot yang tidak bisa mengatasi (kebakaran). Saya telepon lagi, tiga atau empat hari yang lalu kepada Kapolri, copot kalau enggak bisa mengatasi kebakaran hutan dan lahan," ujar Jokowi.

Jokowi juga mengingatkan pemerintah daerah, gubernur, bupati, wali kota, untuk mengatasi kebakaran hutan di daerahnya. Dia mengingatkan kembali kebakaran hutan dan lahan pada 2015 telah menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp221 triliun. Ketika itu 2,6 juta hektare hutan dan lahan terbakar di hampir semua provinsi. 

"Saya minta gubernur, pangdam, kapolda, kerja berkolaborasi, bekerja sama, dibantu dengan pemerintah pusat, panglima TNI, kapolri, BNPB, BRG, usahakan jangan sampai kejadian baru bergerak. Api sekecil apa pun segera padamkan. Kerugian gede sekali kalau kita hitung," ucapnya.

Pemadaman kebakaran hutan di Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat.

Jokowi juga meminta Kapolri melakukan melakukan penegakkan hukum terhadap para pelaku pembakaran hutan dan lahan, serta melakukan tindakan pencegahan melalui patroli terpadu.

“Prioritaskan pencegahan melalui patroli terpadu deteksi dini. Sehingga kondisi harian di lapangan selalu terpantau,” katanya.

Hingga kini kepolisian telah menangani 69 kasus kebakaran hutan. Sampai Senin 12 Agustus 2019, sebanyak 60 orang telah ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka di berbagai daerah. Serta, satu korporasi ditetapkan tersangka.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Dedi Prasetyo mengatakan, untuk penanganan kasus kebakaran hutan paling banyak di Polda Riau di mana sebanyak 29 kasus ditangani. Dari 29 kasus tersebut, 19 orang dan satu korporasi bernama PT SSS ditetapkan tersangka.

"Untuk luas area yang terbakar di Polda Riau ada 204,9 hektare," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin, 12 Agustus 2019.

Untuk wilayah Polda Sumatera Selatan saat ini masih nihil kasus maupun tersangka menyangkut masalah kebakaran hutan. Sementara untuk wilayah Jambi ada 4 kasus dengan dua tersangka. Area yang terbakar di wilayah Sumatera Selatan seluas 42 hektare.

Dedi menuturkan, wilayah Kalimantan Barat ada 14 kasus dengan 18 tersangka dengan luas area terbakar 20,4 hektare. Sedangkan untuk Kalimantan Tengah ada 22 kasus dengan 21 tersangka dengan luas area yang terbakar 34,48 hektare.

Dedi menambahkan sebagian besar dari tersangka adalah pelaku individu yang melakukan pembakaran lahan secara tradisional untuk membuka ladang yang kemudian apinya menyebar dan memicu kebakaran lahan.

Pemerintah gagal

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Nur Hidayati mengatakan Presiden Joko Widodo seharusnya malu tidak dapat mengatasi Karhutla, yang saat ini sedang melanda beberapa wilayah di Indonesia. Nur mengungkapkan, kasus karhutla sudah menjadi sorotan media negara tetangga Singapura dan Malaysia, karena asap dari karhutla tidak baik untuk kesehatan masyarakat.

"Presiden sendiri malunya kepada masyarakat tetangga, kepada Malaysia, kepada Singapura, Pak Jokowi bilang 'Kan saya malu terhadap mereka' Lah, enggak malu sama masyarakat di Palangkaraya? Presiden harusnya malu juga pada masyarakat Indonesia yang bertahun-tahun selalu menderita asap," ucap Nur Hidayati di Kantor Walhi di Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2019.

Selain itu, Nur menyatakan Pemerintah Indonesia telah gagal untuk menjaga amanat konstitusi. Pemerintah pun telah gagal menangkal kebakaran hutan, dan dia menyayangkan pemerintah masih menganggap jika efek dari karhutla dengan sikap biasa saja. 

Dia pun menilai pemerintah masih acuh dalam restorasi lahan gambut yang sudah terbakar.

"Walaupun sudah ada Badan Restorasi Gambut, tapi itu masih kurang, karena korporasi yang jadi penyebab utama dari kebakaran hutan yang sifatnya masif itu belum sepenuhnya menjalankan kewajiban untuk melakukan pemulihan," ucap Nur.

Pemadaman kebakaran hutan di Riau.

Penegakan hukum para pelaku kebakaran hutan juga dinilainya masih lembek. Seharusnya para pelaku diberikan sanksi hukuman pidana, perdata dan administratif.  Walhi berharap pemerintah baru Jokowi-Maruf Amin dapat tegas menindak perusahaan induk dan memproses langsung pemilik izin lahan, yang lokasinya ditemukan adanya kebakaran hutan dan lahan. (hd)