Tambang Uang dari Permainan

Pemain Game Mobile Legends, Fadhil Abdurrachman
Sumber :
  • VIVA/Muhamad Solihin

VIVA – Minggu 1 April 2018, Mal Taman Anggrek Center Atrium terlihat ramai dan penuh sesak. Lautan manusia tampak memadati lantai satu hingga lantai tiga mal yang terletak Jakarta Barat ini. Mereka berjejal, berebut tempat.

Sorak sorai, tepuk tangan dan suara balon stik yang beradu terdengar dari pusat perbelanjaan ini. Ribuan pasang mata mengarah ke panggung dengan dua layar raksasa. Mereka duduk di muka panggung. Juga ada yang berdiri di selasar. Itu dilakukan demi bisa melihat finalis Mobile Legends Bang Bang Professional League atau MPL 2018 berlaga.

Gebyar game di Indonesia sudah terasa dalam beberapa tahun terakhir. Mulai dari kompetisi game, turnamen sampai hingar bingar atlet game yang berlaga pada gelaran esport. MPL 2018 menunjukkan industri game di Tanah Air terus berkembang.

Pertumbuhan industri game Indonesia bisa dilihat dari survei dari laman Newzoo. Laman ini memprediksi, perputaran uang di industri game di Indonesia tahun ini bakal mencapai US$1,2 miliar. Newzoo mencatat, untuk pasar Indonesia jumlah penggemar esport tahun ini mencapai 2,7 juta orang. Sedangkan jumlah pengguna game berbasis smartphone diprediksi pada 2018 ini mencapai 54,5 juta.

Jumlah penggemar esport di Indonesia naik signifikan dari 2016. Dua tahun lalu, Newzoo mencatat, jumlahnya 2 juta orang dengan prediksi pertumbuhan 3,1 persen antara 2015 sampai 2019.

Dari sisi pasar game mobile, Indonesia unggul dari negara Asia Tenggara lainnya. Survei Global Games Marker Report yang dilakukan Newzoo menunjukkan, ada 142 pemain game mobile di Asia Tenggara, yang menghasilkan pendapatan US$1,4 miliar pada 2016.

Data Consumer Insights Gamers 2016 Newzoo mencatat, Indonesia cukup diperhitungkan dalam pasar game internasional. Newzoo merilis, 61 persen pemain game di Indonesia, memainkan game di PC/laptop dan mobile minimal sebulan sekali. Ada 46 persen pemain game Indonesia yang asyik bermain di PC/laptop dan mobile secara reguler.

Menariknya, dari survei tersebut, 65 persen pemain game mobile di Asia Tengara mengaku tertarik memainkan game mobile pada PC atau laptop. Alasannya, karena infrastruktur, biaya yang relatif tinggi dan instabilitas internet mobile.

Wajah pasar game di Indonesia juga bisa dilihat dari survei SuperData untuk periode kuartal terakhir 2015 dibandingkan dengan kuartal terakhir 2016. Dari survei tersebut terlihat Indonesia jadi surga bagi game mobile. Pertumbuhan jumlah pemasangan game mobile di Indonesia mencapai 192 persen. Padahal di India hanya 51 persen, Meksiko 52 persen dan Amerika Serikat 63 persen.

Rata-rata pendapatan yang diperoleh dari pemain game mobile di Indonesia hampir bersaing dengan India. Pertumbuhan pemain game Indonesia yang membyar tiap bulannya mencapai 7 persen. Sedangkan dari persentase konsumen game mobile yang membayar di Indonesia hampir 50 persen lebih tinggi dibandingkan India, dan cenderung membeli hampir dua kali lipat lebih banyak daripada konsumen normal.

Dengan riuhnya game mobile di Indonesia, SuperData menempatkan pemain game mobile di Indonesia punya kemiripan dengan konsumen di Jepang, China dan Korea Selatan. 

Cuma Jadi Pasar

Pasar game di Indonesia memang menarik. Salah satu perusahaan telekomunikasi Telkomsel mencium potensi tersebut. Games menjadi salah satu layanan digital yang dibidik BUMN telekomunikasi itu.

General Manager Games and Apps Telkomsel Auliya I Fadli mengatakan, ada tiga alasan yang membuat Telkomsel fokus membangun industri game. Pertama, layanan game membutuhkan standar jaringan berkualitas tinggi dengan kecepatan tinggi dan latensi rendah. Kedua, Telkomsel ingin dekat dengan anak muda yang gemar main game dan esport. Ketiga, mereka menggandeng komunitas pengembang game dan pemain game dalam mengembangkan ekosistem digital industri game.

Aulia menuturkan, Telkomsel juga mengembangkan portal khusus bagi pemain game hingga menggelar kompetisi Indonesia Games Championship (IGC) dalam dua kategori yaitu PC Game dan Mobile Games.

"Melalui IGC ini, kami berupaya mewadahi komunitas pengembang game, penerbit game dan pemain game yang ada di Indonesia untuk saling berinteraksi dan berbagi informasi seputar game secara offline," ujar Aulia kepada VIVA, Kamis 5 April 2018.

Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengakui seksinya pasar game di Indonesia. Direktur Pengembangan Pasar Luar Negeri, Deputi Pemasaran Bekraf, Bonifasius Wahyu Pudjianto mengatakan, prospek dan potensi game online di Indonesia besar.

Menurut dia, perputaran uang di industri ini juga besar. Pasalnya, industri kreatif ini melibatkan pengembang aplikasi, dan monetisasi produk game. Selain itu, di ekosistem game ini terdapat bisnis lain yakni payment gateway. Jadi sisi ini bisa dimainkan untuk menambah nilai game Indonesia.

"Beberapa industri Indonesia fokus di situ. Dan itu jadi value change yang bagus," ujarnya menambahkan.

Sayangnya, pasar game di Indonesia banyak dikuasai oleh produk game asing. Industri game di Indonesia masih menjadi pasar alias konsumen belum menjadi produsen. Indonesia belum bisa bersaing dengan AS, Jepang dan Korea Selatan yang sudah menciptakan platform.

"Kita baru menguasai market di dalam negeri cuma 8-9 persen dari 100 persen, sisanya game luar. Game kita masih terbatas," ujar Wahyu.

Dia menuturkan, meski ekosistem game di Indonesia belum bisa seperti tiga negara di atas. Namun bukan berarti Indonesia tak punya visi dalam mengelola industri game lokal. Bekraf menilai, perkembangan industri game di Indonesia tak terlalu buruk. Menurut dia, dengan terus memperbesar pasar akan melahirkan dan memunculkan produsen game lokal.

"Target kita ke depan adalah bagaimana produk yang dihasilkan oleh para gammers bukan cuman hanya jadi pemain game. Tapi juga menciptakan game karena di situ nilai ekonominya yang sangat tinggi."

Jadi Tuan di Negeri Sendiri

Optimisme tersebut disambut pelaku game lokal. Wahyu mengatakan, pelaku game di Asosiasi Game Indonesia (AGI) saat ini sudah turun gurung mendorong agar produksi game lokal makin baik.

Kerisauan Bekraf atas dominasi game asing di industri lokal disadari oleh pengembang game, Agate Studio. Public Relations Manager Agate Studio, Vera Tan mengatakan, potensi dan bisnis game cukup menggiurkan di Indonesia meski perkembangnnya belum begitu sempurna.

Menurut dia, salah satu kendala untuk perkembangan game lokal adalah pemain asing. Pengembang game Indonesia masih berada di bawah China, Jepang, AS dan negara Eropa lainnya. "Pesaing kami dari luar negeri," ujarnya kepada VIVA.

Dengan dominasi pemain dari luar negeri, potensi besar game di Tanah Air otomatis lebih banyak dinikmati mereka. Advisor Keong Games, Andi Taru mengakui, perkembangan industri game tahun ini moncer. Namun di tengah gebyar tersebut ada tantangan, yakni gencarnya asing menguasai industri game di Indonesia. Dengan kondisi itu, pemain industri game lokal dituntut punya keunikan dan nilai lebih tersendiri.

Vera mengatakan, kondisi itu menjadi tantangan sekaligus tugas besar bagi pengembang game lokal untuk turut berkontribusi memajukan industri. Soal minat ke industri ini, dia melihat pengembang game Tanah Air sudah ikut serta dalam beberapa event kecil sampai besar.

Penguatan Kapasitas

Bekraf menyatakan, industri game lokal tidak boleh terus berada dalam ketiak industri asing. Dengan adanya kompetisi game, jenis game mulai dari game virtual reality sampai augmented reality, bisa membuat pasar Indonesia makin menarik dan mendorong bangkitnya pemain lokal. Bekraf juga menginginkan industri game lokal bisa merebut pasar di dalam negeri.

"Nomor satu, pasar di dalam negeri harus dikuasai," ujarnya.

Guna meningkatkan kapasitas pelaku game lokal, Wahyu menuturkan, institusinya bersama AGI rajin mengirim pelaku game lokal untuk tanding dan mengikuti berbagai event internasional. Harapannya, produk pengembang game Tanah Air bisa ‘dimakan’ di luar negeri.

Andi mengakui, Bekraf sudah bergerak lewat program game yang bisa melahirkan talenta bagus dan segar. Dia juga mengonfirmasi langkah badan ekonomi kreatif itu mengirim pengembang game ke mancanegara. Sarannya, Bekraf agar terus meningkatkan langkah tersebut. "Sudah di-track yang benar, tinggal ditingkatkan lagi," ujarnya. 

Ekosistem game lokal yang mulai terbangun, munculnya anak muda yang menjadikan game sebagai profesi, menurut Andi, perlu didukung. "Tinggal akademisi, menyiapkan talenta siap masuk industri. Kalau sekarang masih harus training dulu. Kalau yang siap, susah carinya," tuturnya.

Pemerintah juga diminta tak hanya mengistimewakan pemain game. Agar saling membangun ekosistem perlu digalakkan kompetisi pengembang game.

"Saat ini (kompetisi) lebih ke pemainnya bukan ke developer gamenya. Kecuali kita sudah ada game lokal yang dimainin di kompetisi tersebut, itu akan memberi efek besar ke game developer-nya."  (mus)