Selama September, 52 Hoax Serang Kedua Pasangan Capres-Cawapres

Pasangan Capres-Cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri)-Maaruf Amin (kiri) dan nomor urut 02 Prabowo Subianto (ketiga kiri)- Sandiaga Uno (kanan) berbincang saat menghadiri Deklarasi Kampanye Damai dan Berintegritas di kawasan Monas, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

VIVA - Memasuki tahun politik, penyebaran berita bohong atau hoax masih merajalela di media sosial. Berdasarkan pantauan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), selama periode Juli-September 2018, ada 230 hoax yang diklarifikasi termasuk di dalamnya 135 hoax politik.

Presidium Mafindo Anita Wahid mengatakan, selama September 2018 saja, ada lebih dari 52 hoax terkait politik. Sebanyak 36 hoax menyerang kubu Jokowi-Ma'ruf, pemerintah dan pendukungnya, dan 16 hoax menyerang kubu Prabowo-Sandiaga Uno.

"Hoax terkait politik berdampak pada turunnya kredibilitas penyelenggaraan pemilihan umum. Kualitas pemilihan menurun dan merusak rasionalitas pemilih. Selain itu, hoax bisa menimbulkan konflik sosial yang mengarah kepada disintegrasi bangsa," kata Anita dalam diskusi bertema Negara Darurat Hoaks, di Kementerian Kominfo, Jakarta Pusat, Selasa 16 Oktober 2018.

Menurut Anita, banyaknya hoax ini sangat mengancam demokrasi dan jika dibiarkan berpotensi memicu keributan yang bisa mengarah kepada disintegrasi bangsa. Karena itu, butuh upaya serius untuk meredam penyebaran hoax di masyarakat.

Salah satu upaya berkelanjutan untuk melawan hoax adalah mempertemukan para tokoh publik untuk mencari titik temu dalam merumuskan rencana aksi melawan hoax. Selain itu, penting juga untuk mengangkat tokoh yang aktif memerangi hoax menjadi role model atau teladan bagi masyarakat.

Anita menambahkan, elite politik juga harus sadar bahwa kemenangan yang diraih dengan menghalalkan penyebaran hasut dan hoax adalah kekalahan bangsa yang bertentangan dengan nilai dasar bangsa. Apabila hal tersebut dilakukan diharapkan hoax dapat dilawan.

"Mereka harus lebih bertanggung jawab ketika melakukan kontestasi politik dengan memberikan keteladanan dalam menggunakan media sosial secara bijak." (mus)