Bawaslu Terima Dua Laporan Dugaan Pidana Pemilu Jokowi, Soal Apa Saja

Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (kanan) berjabat tangan seusai mengikuti debat capres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

VIVA – Komisioner Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu, Mochammad Afifuddin mengungkapkan, lembaganya telah menerima dua laporan terhadap Joko Widodo, terkait pernyataan Capres nomor urut 01 itu dalam debat capres putaran dua pada Minggu lalu.

"Sudah masuk dua laporan. Pertama, menyoal pidana Pemilu yang sehari sebelumnya. Yang kedua, dilaporkan soal pidana Pemilu, UU ITE, dan pidum juga. Tetapi, pelapornya dua kelompok, dua pelapor," kata Afifuddin di gedung KPU RI, Jakarta, Rabu 20 Februari 2019.

Afif mengungkapkan, kedua laporan tersebut sedang didalami oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu). Ia menjelaskan, hal itu terkait laporan terhadap Jokowi terkait pidana Pemilu, 

"Sentra Gakkumdu, karena ranahnya ke pidana Pemilu yang disoal. Karena ranahnya pidana, dalam proses pembahasannya pasti akan melibatkan Kepolisian, jaksa, dan kami," kata dia.

Mengenai apakah ada kemungkinan Bawaslu akan memanggil Jokowi untuk dimintai keterangan, Afif belum bisa memastikan. Meskipun, kemungkinan tersebut ada. 

"Nanti, setelah dibahas pertama. Baru kita bisa mengira-ngira ya," ucapnya.

Sebelumnya Jokowi dilaporkan oleh Tim Advokat Indonesia Bergerak (TAIB) ke Bawaslu, terkait serangan Jokowi mengenai kepemilikan lahan di Aceh dan Kalimantan Timur. 

"Itu lebih kepada menyerang pribadi, kepada fitnah, dan kami pikir apa yang beliau sampaikan itu bertentangan dengan undang-undang," kata perwakilan TAIB, Djamaluddin Koedoeboen kepada wartawan di Media Center Bawaslu RI, Jakarta, Senin lalu, 18 Februari 2019. 

Laporan kedua dilakukan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Jokowi dianggap melakukan kebohongan publik, terkait data-data yang diungkapkan dalam debat pada Minggu malam.

"Dalam hal ini, Jokowi telah memberikan keterangan palsu. Jadi, sebagai warga negara, dia terkena Pasal 317 KUHP, kemudian dia terkena Pasal 14 dan 15 dari Undang Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Menyampaikan Berita Bohong," kata Koordinator TPUA Eggi Sudjana di gedung Bawaslu, Jakarta, Selasa 19 Februari 2019.

Eggi menjelaskan, keterangan palsu yang dimaksud adalah dalam beberapa hal di antaranya tentang impor jagung yang 180 juta ton, sedangkan data Badan Pusat Statistik menyebutkan 700 ribu ton. (asp)