Sutradara dan Produser X-Men: Dark Phoenix Bicara Tren Film Superhero

Produser, sutradara dan para cast X-Men: Dark Phoenix di Seoul, Korea Selatan.
Sumber :
  • 20th Century Fox

VIVA – Sebagai fans film superhero, kita sadar bahwa belakangan ada tren di mana film-film ini lebih mengeksplor karakter wanita, bahkan membuatkan film solo untuk mereka. Sebut saja Wonder Woman dan Captain Marvel. Yang baru mulai tayang di Indonesia hari ini, Jumat, 14 Juni 2019, X-Men: Dark Phoenix juga menjadi salah satunya.

Meski bukan film solo Jean Grey atau Phoenix, film penutup X-Men saga ini fokus dan mengeksplor karakter Jean yang dikisahkan menjadi salah satu mutan terhebat sekaligus musuh terkuat para X-Men. Di film ini kehidupan Jean sejak kecil, di mana ia harus kehilangan orangtuanya sampai ia bertemu dengan Charles Xavier atau Professor X pun diceritakan.

Ditemui di Seoul, Korea Selatan, produser Dark Phoenix, Hutch Parker mengatakan bahwa awalnya ia dan sutradara Simon Kinberg tidak merencanakan untuk menulis cerita tentang karakter wanita.

"Kami mencari cerita yang terbaik untuk kami ceritakan. Kami mencari cerita terbaik yang belum pernah diceritakan sebelumnya (dalam film X-Men)," ujar Hutch dalam wawancara eksklusif bersama VIVA di Conrad Hotel, Yeouido.

Ia mengatakan bahwa sebenarnya cerita Dark Phoenix sudah pernah diceritakan di X-Men: Last Stand. Namun, bagi Simon, yang menulis naskah film tersebut, ia merasa tidak memberikan keadilan pada cerita itu. Jadi dia ingin membuat versi cerita lengkapnya.

"Jadi kami mendapat kesepakatan tentang cerita terbaik yang kami sangat sukai dan ingin kami ceritakan. Dan kami sepakat untuk melakukan sesuatu yang berbeda dengan cerita itu, mengembangkan karakter Jean Grey dan menceritakan cerita tentang mutan terkuat sepanjang masa," ucap Hutch menjelaskan.

Hutch juga menambahkan bahwa film itu sangat menarik tanpa memedulikan gender. "Fakta bahwa film ini memasukkan tema motherhood dan pemberdayaan perempuan sangatlah fantastis. Namun, sebenarnya, hal utamanya adalah ini cerita terbaik yang ingin kami ceritakan," katanya.

Sementara Simon sendiri berharap bahwa dunia bisa lebih banyak melihat cerita yang mengeksplor karakter wanita mereka. Bukan hanya dalam film superhero, namun juga dalam film lainnya.

"Saya harap itu adalah sebuah tren. Saya ingin melihat lebih banyak tokoh protagonis wanita di seluruh film studio, bukan hanya film superhero," ujarnya dalam kesempatan yang sama.

"Cerita Dark Phoenix mulai saya tulis 3 tahun yang lalu sebelum Wonder Woman dan Captain Marvel tayang. Kisah Dark Phoenix adalah yang paling dicintai dan ikonik dalam storyline di X-Men universe. Dan kebetulan itu fokus pada karakter wanita," katanya menambahkan.

Ia juga mengatakan bahwa itu adalah hal yang menyenangkan baginya, karena X-Men belum pernah punya film yang fokus pada karakter wanita. "Sebelumnya film X-Men fokus pada Xavier, Magneto dan Wolverine. Akhirnya kita mendapat pahlawan wanita yang juga merupakan penjahat wanita," ucap Simon.

Meski begitu, menurutnya, film yang fokus dan mengeksplor karakter wanita tak harus dilihat sebagai tren. Itu karena film bisa menggerakkan dan merefleksikan budaya.

"Dan saya pikir, yang kita lihat saat ini adalah film merefleksikan budaya, di mana percakapan tentang pemberdayaan perempuan untungnya terjadi lebih banyak dan kita masih punya jalan panjang untuk ditempuh. Dan kita harus bekerja lebih keras untuk mencapai kesetaraan gender," tutupnya. (ich)