Jeritan Hati Via Vallen Soal Hukuman Kebiri Kimia Pelaku Perkosaan

Via Vallen
Sumber :
  • VIVA/Aiz Budhi

VIVA – Eksekusi kebiri kimiawi terhadap predator seks anak sempat menjadi perbincangan hangat beberapa waktu lalu. Meski pemberatan hukuman dalam bentuk pemberian suntikan kimia atau kebiri sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016, masih banyak pro kontra terhadap eksekusi tersebut. 

Hal tersebut nampaknya juga mengundang perhatian penyanyi Via Vallen. Dalam sebuah unggahan di laman Instagram-nya, penyanyi bernama lengkap Maulidyah Oktavia itu mengaku sedih tentang pemberitaan perkosaan di televisi. 

"Kok sedih yaaa Iiat berita di tv hari ini tentang pemerkosaan terhadap 9 anak di bawah umur," tulis Via dalam unggahan hasil tangkap layar sebuah situs berita. 

Ia merasa heran dengan pihak yang mempermasalahkan hukuman kebiri dengan alasan melanggar HAM.  Ia mempertanyakan, apakah tindakan pelaku sendiri tidak melanggar HAM.

Baca juga: Mobil Hancur Parah Karena Kecelakaan, Ihsan Tarore Tolak Ganti Rugi

"Apakah pelaku pemerkosaan 9 anak ini tidak melanggar HAM??? Mohon pencerahannya," lanjut Via. 

Sebelumnya, Amnesty International Indonesia menyebut hukuman kebiri kimiawi adalah praktik tidak manusiawi. Dalam pernyataannya, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyatakan bahwa sikapnya dalam memerangi kejahatan seksual terhadap anak tidak perlu diragukan. 

"Namun, penghukuman menggunakan kebiri kimia adalah membalas kekejaman dengan kekejaman,” ungkap Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.

Menurutnya, itu bukan esensi dari penghukuman dan bukan pula bagian dari keadilan itu sendiri. Usman mengatakan bahwa otoritas di Indonesia harus mencari alternatif penghukuman lain untuk memerangi kejahatan seksual terhadap anak tanpa harus berujung pada hukuman mati, yang juga masuk dalam kategori penghukuman kejam, tidak manusiawi, dan merendahkan martabat yang melanggar HAM.

“Penghukuman kebiri kimia melanggar aturan internasional tentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan  Martabat yang diatur dalam Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia.”