Pesantren, Aset Berharga Bangsa Indonesia

santri masa kini
Sumber :
  • vstory

VIVA – Eksistensi pendidikan pesantren di Indonesia hingga saat ini menunjukkan betapa masyarakat Indonesia percaya bahwa pesantren sangat berperan penting dalam mewujudkan tujuan bernegara, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Melihat kembali sejarah, pesantren telah ada sejak pada masa kerajaan Hindu-Budha. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Nurcholish Madjid (Cak Nur).

Mengutip pada bagian awal buku yang berjudul Bilik-bilik Pesantren karyanya, “Dari segi historis pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia (indigenous).” Adanya anggapan bahwa perubahan paradigma pendidikan pesantren dari Hindu-Budha ke Islam memang dapat dipahami.

Cak Nur mencoba merumuskan kembali tujuan pendidikan pesantren yang sempat kurang begitu mendapat perhatian dari banyak kalangan. Menurutnya, sudah semestinya pesantren mendapat perhatian yang lebih. Di sisi lain, yang diharapkan oleh banyak orang, termasuk Cak Nur, ialah agar lembaga pesantren yang ada saat ini dapat mempertahankan ataupun menjaga tradisi-tradisi keagamaan yang sudah dimilikinya. Karena itulah yang menjadi keunggulan atau pembeda pesantren dengan lembaga lainnya.

Sejak dulu, pesantren sangat berperan andil dalam pemerintahan. Banyak tokoh nasional yang berasal dari pesantren yang berhasil mengisi pos-pos strategis untuk menyelenggarakan pemerintahan. Salah satunya ialah seorang tokoh yang lahir dari kalangan santri yang kemudian menjadi Menteri Agama RI pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, yaitu KH. Wahid Hasyim.

Hingga kini, pesantren telah bertahan dengan segala pengorbanannya. Sangat berperan dalam mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI. Figur kiai dan santri serta segala yang ada di dalam pesantren pastinya berada dalam edaran sebuah kultur yang bersifat keagamaan. Kultur itulah yang kemudian mengatur hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain.

Manfred Ziemek (seorang ahli sosiologi) yang mengutip pendapat Kalnia Bhasin merumuskan bahwa tujuan pendidikan pesantren ialah untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin yang bukan sekadar beragama, tapi juga berakhlakul karimah. Diharapkan, setelah para santri menimba ilmu di pondok pesantren atau ber-tafaqquh fid-din, mereka akan pulang ke masyarakat yang akan indzarul qoum (memberikan sumbangsih) kepada sekitar.

Selain itu, keberadaan pesantren juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat sekaligus menjadi pusat lembaga pengembangan masyarakat (center of excellence). Adapun tujuan rumusan pendidikan pesantren di atas, sebagaimana Klania Bhasin dalam kunjungannya ke beberapa pesantren yang pernah ia kunjungi, yakni merupakan sintesa dari tujuan pendidikan pesantren.

Sesuai dengan firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 122, “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

Selain itu, KH. Hasan Abdullah Sahal, pimpinan PM Darussalam Gontor menjelaskan bahwa kehadiran pesantren di Indonesia ialah untuk menjawab problematika umat di tengah maraknya sistem pendidikan di Indonesia yang belum sesuai dengan asas pendidikan Islam. “Pendidikan bangsa Indonesia bukan tanggungjawab kami saja, namun menjadi tanggungjawab kita semua. Bahkan saat ini, banyak sekali neo-neo kafir dan kaum fasik yang akan menggerogoti pendidikan Indonesia,” ujar Kiai Hasan.

“Anak-anak akan menjadi pemimpin yang baik. Pemimpin yang ya’mur wa yanha, yusma’ wa yutho’ (menyuruh dan melarang, didengar dan ditaati). Bukan pemimpin yang yu’mar wa yunha, yasma’ wa yuthi’ (disuruh dan dilarang, mendengar dan menaati),” kata Kiai Hasan.

Sebagaimana Islam agama yang rahmatan lil’alamin, telah jelas bahwa Islam adalah pembawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam. Untuk menerapkan ajaran agama secara luas, maka dibutuhkan peran pesantren. Pendidikan di pesantren juga memberikan dasar dalam hubungan antar manusia dalam berbangsa. Pesantren menyampaikan beberapa model persaudaraan.

KH. Ma’ruf Amin menjelaskan tentang sikap persaudaraan yang harus dikembangkan. Setidaknya ada tiga konsep persaudaraan, yaitu persaudaraan didasarkan antar manusia (ukhuwah basyariyah), persaudaraan sesama kaum muslimin (ukhuwah islamiyah), dan persaudaraan karena hidup sebagai sesama warga Negara (ukhuwah wathoniyyah). Ketiga persaudaraan tersebutlah yang ada dalam benak para santri di pesantren.

Pada Selasa (24/9) lalu, diadakan Rapat Paripurna ke-10 yang digelar di Kompleks MPR/DPR, Jakarta yang juga dihadiri oleh Menteri Agama, Luqman Hakim Saifuddin. Ketua Komisi VIII, Ali Taher menyatakan RUU Pesantren sudah menyerap berbagai aspirasi masyarakat dalam menyusun peraturan tersebut melalui mekanisme rapat dengan menghasilkan keputusan.

Ali mengatakan bahwa proses pembelajaran pesantren memiliki ciri yang khas. Dimana ijazah kelulusannya memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya serta memenuhi jaminan mutu pendidikan. Sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan negara terhadap pesantren, akhirnya UU pesantren resmi disahkan oleh DPR RI dalam rapat tersebut.

Dengan disahkannya Undang-undang pesantren, maka diharapkan pesantren dapat mengembangkan diri sebagai lembaga yang mandiri dan progresif untuk memajukan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Para santri mempunyai peluang lebih besar dalam pengabdian pada bangsa dan negara. Pembangunan bangsa ke arah yang lebih baik terus diupayakan, dengan terus melakukan pengaderan pada generasi muda yang berkualitas baik.

Santri sangat diharapkan dapat berkontribusi dan mengamalkan perannya. Menyatunya pola pendidikan pondok pesantren di masyarakat Indonesia menjadikan lembaga pendidikan ini akan tetap eksis hingga pada masa yang akan datang. Eksistensi dan peran yang mencerdaskan bangsa Indonesia. Wallahu a’lam bi al-shawab.

(Penulis: Muhammad Ikhsan Hidayat?, Ketua Ponpes Omah Tahfidh Monash Institute, Semarang)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.