Aksi 23 September 2019, Akankah Terulang Aksi 1998?

Mulut terbungkam besedia berteriak
Sumber :
  • vstory

VIVA – Melihat mereka yang merasa letih.

Masih terus berteriak merintih.

Ingin ku rasa pindah dan beralih.

Karenanya terus menyebar rasa risih.

Namun kini ku tersadar kan kerisihan itu.

Berkat berkelahi dengan logikaku.

Ingin ku rasa lebih cepat memburu.

Segala keyakinan yang telah ku ragu.

Ssstt... Sang Ilahi sedang menanti.

Segala bentuk gelisah di hati.

Yang kupikir mungkin ku akan mati.

Asal akan tercapai hal inti.

Inginku rasa berbisik.

“Hei! Jangan main politik.

Karena kami bisa main kritik.

Jangan tertawa, karena kritik kami tidak menggelitik”.

Tanggal 23 September 2019, segala bentuk perkuliahan akan dipindahkan ke jalanan (?). Terlalu banyak mungkin yang diresahkan oleh telinga dan mata masyarakat akan berita marutnya setelah 74 tahun Indonesia merdeka.

Mulai dari Isu rasisme dan diskriminasi Papua, kebakaran hutan, nasib KPK, tertangkapnya salah satu menteri dalam kasus dugaan korupsi. Hal tersebut datang secara beruntun sehingga menggejolak kaum milenial untuk turun ke jalanan.

Sajak di atas pun tertulis sebagai bentuk manifestasi keberadaan aksi 23 September 2019. Akankah terulang 98? Atau hanya bagai kerupuk yang melempem? Kita tidak tahu apa yang terjadi atau bagaimana follow up hasil aksi 23 September 2019? Atau mungkin, ramalan Jayabaya mengenai pemimpin Indonesia. NOTONEGORO, akan lahir dari aksi ini? 

Yang menjadi sebuah pertanyaan besar, adakah orang besar dibalik isu yang membuat risih dan resah masyarakat Indonesia? Seperti film "siapa di atas presiden" yang dicekal.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.