Profesi yang Memerdekakan

Ilustrasi
Sumber :
  • vstory

VIVA – Dewasa ini, sebagian besar orangtua di Indonesia memberikan doktrin kepada anaknya berupa pesan untuk sekolah yang rajin, agar mendapat nilai yang bagus dan pada saatnya nanti mendapat pekerjaan yang layak dan terjamin gajinya setiap bulan.

Sebut saja misalnya, kerja di sebuah perusahaan ternama atau menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Hal demikian yang kemudian menyebabkan anak bermental tukang atau pekerja, sehingga tidak dapat dipungkuri bahwa dia akan sulit untuk berpikir besar.

Alhasil, ketika dia sudah menempuh dunia kerja, dia akan tekekang oleh waktu dan instansi tempat ia bekerja, sehingga ia tidak memperoleh kemerdekaan untuk melakukan hal produktif lainya.  

Indonesia sebagai negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah, tentu berpotensi untuk menjadi negara yang maju. Namun, karena Sumber Daya Manusia (SDM)nya kebanyakan bermental tukang, SDA yang ada tidak bisa dikelola dengan sebagaimana semestinya.

Sehingga kondisi seperti itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh orang Asing dan Aseng yang SDMnya notabenenya relatif lebih baik dibandingkan dengan SDM yang ada di Indonesia. Di samping itu, orang Asing dan Aseng memiliki modal yang banyak, sehingga dengan mudah untuk berinvestasi dan/atau membangun sendiri lapangan pekerjaan di Indonesia.

Dengan adanya lapangan pekerjaan yang dibangun oleh orang Asing dan Aseng, pemerintah dan sebagian masyarakat Indonesia menyambutnya dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme masyarakat untuk melamar menjadi tenaga kerja di perusahaan milik orang Asing atau Aseng tesebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa warga negara Indonesia menjadi ‘budak’ di negeri sendiri.

Karena itu, bagi masyarakat yang sudah tercerdasarkan, tentu menyadari bahwa kondisi tenaga kerja dan lapangan pekerjaan di Indonesia hari ini sangat miris, sehingga dibutuhkan upaya untuk memberantasnya. Salah satu carannya adalah mengubah paradigma masayakat Indonesia, dari yang awalnya bermental miskin menjadi orang bermental kaya.

Menjadi tukang atau pekerja adalah ciri khas dari orang yang medioker, karena masih berpikir hanya pada maqam bagaimana bekerja untuk mencari uang. Padahal, saat ini sudah zaman modern atau dengn istilah kerennya Revolusi Industri 4.0 yang berbasis pada digital, sehingga sangat memudahkan untuk belajar guna meningkatkan kualitas diri.

Sehingga sudah sepatutnya generasi muda saat ini bukan lagi berpikir bagaimana cara bekerja untuk mencari uang, tapi bagaimana cara uang bekerja untuk kita.

Karena itu, dapat disimpulkan bahwa ketika orang yang bemental kaya mempunyai uang, tentu dia akan bepikir bagaimana cara uang itu bisa menghasilkan uang lagi.

Berbeda dengan orang yang bermental miskin, ketika mempunyai uang, tentu uang itu akan dihabiskan untuk membeli makanan atau barang yang tidak bisa menghasilkan uang lagi. Itu artinya uang dimilikinya akan habis dengan hal-hal yang tidak produktif. 

Generasi Milenial menjadi Aktor Perubahan

Akhir-akhir ini, ada beberapa generasi muda yang dijuluki sebagai generasi milenial yang dapat dikategorikan sebagai orang yang bermental kaya.

Sebab, sebagaimana yang tersebar di media masa bahwa profesi yang digeluti oleh generasi milenial saat ini adalah profesi yang tidak lagi menjadi tukang yang terkekang oleh waktu dan atasan, melainkan profesi yang memberikan kemerdekaan dan kemaslahaatan. Sebut saja misalnya, profesi menjadi pembisnis, youtuber, web atau software develover, dan bahkan petani.

Petani adalah profesi yang dikatakan dalam Alquran dengan istilah Alfalah yang memiliki arti sebagai orang yang beruntung. Namun, kendati demikian petani pribumi hari ini masih belum beruntung, karena ketika para petani tiba pada masa panen, pemerintah dengan tega mengeluarkan kebijakan untuk impor dibandingkan memaksimalkan hasil panen dari para petani pribumi.

Kendati profesi petani hari ini masih belum sesuai dengan pendapatan yang ideal, karena mengingat pemerintah belum berpihak sepenuhnya kepada para petani pribumi.

Namun, tekad para generasi milenial tidak surut untuk kemudian menggeluti profesi tersebut. Sebab, generasi milenial hidup di zaman modern yang dibekali dengan berbagai kemudahan yang disebut dengan era digital. 

Karena itu, generasi milenial harus mampu menjadi pribadi yang disebut dengan istilah 4K yaitu kreatif, krtitis, kolaboratif, dan komunikatif. Dengan berbekal hal tersebut, generasi milenial harus mampu menjadi pendongkrak dan penggerak ekonomi bangsa.

Selain itu, pemerintah sebagai unsur yang paling bertanggungjawab atas perkembangan perekonomian bangsa, harus memberikan support kepada usaha seluruh elemen masyarakat, terkhusus pada lini pertanian. Sebab, pertanian adalah profesi yang memerdekakan dan beruntung, sebagaiamana yang dikatakan dalam al-qur’an. Pertanian adalah aset yang mensejahterakan dan paling berpotensi untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Wallahu a’lam bi al-shawab.

(Penulis: Abdurrahman Syafrianto, CEO Angkringan Asshiyaap dan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang)

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.