Sedikit Percakapan Untukmu, Soe

Bincang dengan bintangSoe
Sumber :
  • vstory

VIVA.co.id – Pertanyaan itu mungkin bisa mewakili pertanyaan yang lain Soe. Kamu tahu tidak Soe, buku-bukumu sekarang banyak digemari oleh banyak pemuda. Namun, tetap Soe, pergerakan mereka yang lambat terkadang membuat orang-orang sepertimu mungkin sedikit geram.

Menuju Indonesia yang bebas merdeka dan tidak membawa kepentingan golongan, ras dan agama masih jauh untuk dicapai Soe. Kini aku sudah menjadi salah satu golongan, tetapi penekanan dari kepentingan golongan terhadap diriku membuatku jenuh. Soe, kira-kira apa yang harus aku lakukan? Apakah aku akan berteriak seperti dirimu, "Lebih baik aku diasingkan daripada menyerah kepada kemunafikkan."

Masih sedikit yang memahami arah gerak, pemikiran serta keinginanmu. Perlawanan yang selalu kamu lakukan atas dasar penindasan serta kesewenang-wenangan yang terjadi pada realitas sosial yang terjadi. Soe, lawanmu dulu mungkin sangat jelas dan nampak secara eksistensial. Berbeda denganku, yang sekian lama semakin abstrak serta sulit terlihat. Bimbang jadinya, apakah aku harus tetap maju atau diam di tempat bagai sebuah wadah yang akan terisi air penuh?

Lagu Donna-donna dari Joan Baez akhir-akhir ini sering kudengarkan. Mengahayati dan menganalisa setiap liriknya.

"Stop complaining said the farmer

Who told you a calf to be

Why don't you have wings to fly with

Like the swallow so proud and free

How the winds are laughing

They laugh with all the their might

Laugh and laugh the whole day through

And half the summer's night"

Seperti katamu Soe, untuk bisa bebas kita harus belajar terbang. Tetapi Soe, sayapku tak ada. Sempat ku mencari dan menemukan yang serupa dengan sayap yang bisa kuharap membawaku terbang menuju kebebasan. Tetapi, kupikir sayap itu tidak mau patuh akan perintahku untuk terbang. Aku harus bagaimana Soe?

Soe, apa pendapatmu? Banyak yang ingin kuceritakan Soe. Tetapi sayangnya kamu sudah kembali ketiadaan di mana semua itu bermula. Bagaimana rasanya ketiadaan Soe?

Ingin rasaku berbagi retorika bersamamu. Membahas permasalahan pribadi antar sesama hingga permasalahan dunia. Aku berbeda sekali denganmu Soe yang memiliki sahabat seperti Herman yang berada di sisimu saat kamu kembali ke ketiadaan itu. Tidak ada yang bisa mengerti diriku saat ini bahkan kedua orangtuaku pun. Dorongan semangat dari mereka yang mengaku pro akan kebenaran dan menolak tegas apa yang dikatakan salah dan tidak dianggap benar hanyalah sekadar suara angin lewat bagiku.

Soe, ini Indonesia dan pergerakan pemudanya saat ini. Buku-buku kini hanyalah menjadi kebutuhan tersier. Mereka yang selalu bersama dengan jumlah massa besar pasti akan merasa benar. Moral kini hanyalah sekadar ungkapan utopis yang terkadang digambarkan bagai oasis di padang pasir yang panas. Pergolakan gesekan dengan membawa embel-embel kepentingan golongan, ras dan agama masih terjadi. Mungkin siklus problematika yang terjadi di zamanmu kembali terulang di waktu kini. Hahaha...

Aku ingin tertawa denganmu Soe, karena rasa yang melankolis terlalu akrab denganku juga denganmu. Sekali-kali berbeda respons dengan apa yang kita lihat dan rasakan tidak apalah. Aku pergi dulu Soe. Jikalau sempat membalas, balaslah! Ceritakanlah bagaimana rasanya ketiadaan itu.

Disclaimer: Artikel ini adalah kiriman dari pengguna VIVA.co.id yang diposting di kanal VStory yang berbasis user generate content (UGC). Semua isi tulisan dan konten di dalamnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis atau pengguna.