Mengapa Selalu Boediono Yang Dipersoalkan

VIVAnews - Polemik soal ideologi ekonomi calon presiden semakin memanas. Salah satu yang mengemuka adalah tudingan Boediono sebagai penganut paham neoliberal.

Kontroversi itu juga mencuat dalam diskusi "Antara Neolib dan Ekonomi Kerakyatan" yang digelar oleh radio Trijaya FM di Jakarta, pada Sabtu pagi ini, 23 Mei 2009.

Lagi-lagi, Boediono menjadi sumber perdebatan. Fuad Bawazier yang mewakili kubu Jusuf Kalla-Wiranto menilai Boediono sebagai penganut paham neoliberal. "Pemerintah sekarang lebih berpihak kepada pelaku pasar, termasuk rezim devisa bebas," ujar Fuad.

Tudingan Fuad dan sejumlah kalangan lainnya dibantah oleh Jafar Hafsah, tim sukses SBY-Boediono. "Saya bingung mengapa Boediono tiba-tiba dituding menjadi neoliberal," ujarnya.

Padahal, menurut dia, Boediono adalah seorang cawapres dari tokoh profesional. Gaya hidup Boediono saja sudah terlihat sebagai sosok sederhana yang mencerminkan perilaku jauh dari neoliberal. "Inikan berbeda dengan orang yang mengaku Islam, tetapi gayanya tidak Islami," katanya.

Jafar heran mengapa yang didiskusikan hanya Boediono. Boediono, menurut dia, hanya seorang pegawai negeri yang profesional.

"Mengapa bukan tentara atau pengusaha yang menjadi capres yang didiskusikan," kata dia.

Dia mengingatkan Wakil Megawati, Prabowo Subianto adalah seorang pengusaha. Begitu pula dengan Jusuf Kalla juga seorang pengusaha yang menjalankan praktek kapitalis. "Bukankah sebagai pengusaha justru menjadi pelaksana praktek liberal."

Jafar mengungkapkan kedua pengusaha itu tidak ada latar belakang ekonomi rakyat. "Soal ekonomi kerakyatan, cuma ada di iklan," kata dia.

Sedangkan SBY, menurut dia, tidak benar pro pada pasar. Dia menunjukkan bukti bahwa SBY memberikan berbagai subsidi, seperti subsidi BBM, listrik, kesehatan, pendidikan dan lainnya.

"Subsidi paling besar justru diberikan selama SBY berkuasa," kata dia. Bahkan, pendidikan sebesar 20 persen. Begitupula dengan harga BBM. Menurut dia, soal kenaikan harga BBM bukan hanya dilakukan di jaman SBY. Tetapi, juga dilakukan di erah Megawati dan Gus Dur. "Tetapi, penurunan harga baru dilakukan di era SBY."

Cara Sholat Hajat dan Doa Rasulullah SAW untuk Mengatasi Masalah
Nyamuk aedes aegypti.

Tenang Hadapi DBD! Menkes Pastikan RS Siap Tangani Pasien, Ini Imbauannya untuk Masyarakat

Angka kasus demam berdarah di Indonesia mengalami peningkatan. Hingga saat ini tercatat sudah ada 35 ribu lebih pasien menderita demam berdarah atau DBD

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024