Buru (VIII)

VIVAnews - Saya terpaksa membeberkan sarung di dinding pelupuh bambu (bukan gedek atau bambu anyaman) untuk mengurangi terpaan angin. Malam pertama saya tidur dengan kaki kotor setelah melepas sepatu dan kaos kaki karena kami belum tahu kemana harus cuci kaki. Kalau naik ke tempat tidur, yang juga terbuat dari hamparan pelupuh bambu, akan menimbulkan derit bunyi, dan pada malam pertama sangat mengganggu karena belum terbiasa. 

Kelambu belum bisa dipasang karena belum ada tambang untuk menggantungkannya. 

Karena kami tiba di bulan Agustus yang kering, maka lantai tanah barak tidak becek. Entah kalau nanti, kalau musim hujan sudah tiba. Mudah-mudahan air tidak masuk ke barak. 

Pagi pertama kami bangun karena harus apel dan kami dibariskan di lapangan terbuka, antara dua pagar kawat berduri yang memisahkan barak-barak tapol dari Wisma Dan Unit dan barak peleton pengawal (Tonwal). 

Apel pagi mengikuti tata cara militer. Sedikit banyak saya sudah sering melihatnya selama di Banten dan juga pernah menjalani latihan militer saat jadi Wala (Wajib Latih) pada tahun-tahun 1958 sampai berangkat ke Uni Soviet. Wala di Bandung mungkin merupakan yang pertama di Indonesia dan merupakan proyek percontohan yang diikuti mahasiswa ITB dan Unpad, kalau tidak salah terdiri dari 4 kompi ITB dan 2 kompi Unpad.

Saya pernah kebagian tugas jaga di jalan-jalan raya Bandung, dengan seragam dan helm serta menyandang senjata laras panjang Garrand saat kedatangan Ratu Sirikit dari Thailand, atau saat presiden Woroshyilov dari Uni Soviet berkunjung ke Bandung. Sekali-kali jadi pasukan kehormatan di lapangan terbang, berdiri berjam-jam menunggu tamu agung mendarat.

Jadi Wala saat itu merupakan kebanggaan juga bagi para mahasiswa dan pada saat-saat upacara hari besar nasional, barisan kami selalu ditempatkan di sebelah barisan siswa Atekad (Akademi Teknik Angkatan Darat) yang seragamnya serba wah di lapangan Tegalega Bandung. Saat-saat seperti itu, tujuh belasan atau hari peringatan ulang tahun TNI 5 Oktober, saat barisan mahasiswa Wala berdampingan dengan barisan siswa Atekad, kami biasanya saling ledek bercanda. 

“Tentara apaan Wala, nggak punya pangkat dan baris aja nggak becus!” 

“Kalian pinter baris kan karena dibayar,tetapi kalau tamat nggak gableg gelar” 

Beberapa pengalaman mengesankan adalah saat-saat kami ditugaskan membantu pasukan reguler TNI melakukan patroli di luar kota pada jaman di mana pasukan DI masih berkeliaran di luar kota Bandung. Kami pernah ditempatkan di Bihbul dan tidur dalam tenda-tenda serta makan nasi goreng kaleng. 

Kalau dapat giliran tugas patroli, semua orang maunya berbaris di tengah, menghindari berada di ekor atau di depan. Patroli demikian biasanya di lakukan satu regu, 12 orang termasuk kepala regu. Patroli malam seperti ini menyusuri jalan-jalan desa dari sejak matahari terbenam sampai matahari terbit dan bergantian beberapa regu.

Kalau malam hari semua jadi penakut, tidak mau berada di ekor barisan, tapi dini hari mencegat petani yang turun kekota membawa dagangan sayur mayur, semua mendadak jadi galak kalau memeriksa surat identitas penduduk. 

Pada tahun-tahun akhir dekade lima puluhan, kalau kita nonton film di bioskop, pertunjukan bisa dihentikan mendadak dan lampu dinyalakan. Petugas militer masuk dan memeriksa kartu identitas. Pengalaman yang mengejutkan pernah saya alami saat naik sepeda pagi hari dari Bandung menuju Lembang. Begitu masuk Lembang, saya mendengar suara tembakan, di kejauhan tampak pasar Lembang dibakar. 

Benar-benar di luar dugaan dan saya sembunyikan sepeda di ladang singkong sambil menunggu matahari terbit. Sempat juga berdebar: bagaimana kalau rombongan DI lewat kebun singkong? 

Setelah matahari terbit, saya buru-buru turun balik ke Bandung sebelum ketahuan oleh salah satu pihak. Tertangkap DI bisa konyol, tertangkap TNI konyol sami mawon. Baru setelah saya kuliah di Moskwa saya membaca berita bahwa Kartosuwirjo beserta DI sudah menyerah. Tahun 1962, dikepung dengan “pagar betis” Siliwangi bersama rakyat.

Peringati Hari Kartini, Peran Perempuan dalam Industri 4.0 Jadi Sorotan di Hannover Messe 2024
Waketum Partai Perindo, Angela Tanoesoedibjo

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, Perindo Sampaikan 4 Sikap

Wakil Ketum Partai Perindo Angela Tanoesoedibjo menyampaikan sikap partai mewakili Ketua Umum Hary Tanoesoedibjo, pasca keputusan MK dan penetapan Prabowo-Gibran pemenang

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024