Subsidi Pertanian Rugikan Negara Berkembang

VIVAnews - Subsidi yang tengah digelontorkan negara maju di sektor pertanian dan bagi ekspor produk pertanian disinyalir merugikan negara berkembang, termasuk Indonesia. Kerugian negara berkembang diperkirakan mencapai US$17 miliar setiap tahunnya.

Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, subsidi pertanian akan menyebabkan petani-petani di negara maju mendapatkan harga yang lebih rendah dari yang seharusnya.

R Widodo, Duta Besar Republik Indonesia untuk WTO mengatakan World Bank memperkirakan subsidi yang sudah dilakukan negara kelompok Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) kepada pengusaha agrikultur di masing-masing negaranya telah mengakibatkan kerugian di negara berkembang.

"Setelah dihitung oleh World Bank pada periode 2005 hingga 2007, subsidi akan mengakibatkan cost bagi negara berkembang sebesar US$17 miliar per tahun," kata Widodo di Jakarta, Jumat, 5 Juni 2009.

Angka tersebut, dia menambahkan, setara dengan lima kali pendampingan pembangunan (development assistent) yang diberikan ke negara berkembang.

Data World Bank menyebutkan, subsidi pertanian yang diberikan mencapai US$368 miliar per tahun pada periode 2005 hingga 2007. Sebanyak tiga negara adidaya anggota WTO memberikan subsidi, di antaranya Uni Eropa (US$151 miliar per tahun), Amerika Serikat (US$102 miliar per tahun), dan Jepang (US$49 miliar per tahun).

Mari mengilustrasikan di Eropa, subsidi terhadap satu ekor sapi mencapai US$2 per hari. "Buat kita, itu angka garis kemiskinan," katanya.

Uni Eropa, dia menambahkan, pada tahun ini ada tendensi akan mengembalikan kebijakan subsidi pada produk dairy (susu dan daging) yang sebelumnya pada 2005 sempat dihentikan. "Amerika juga memutuskan hal yang sama," katanya.

Menurut Mari, menggunakan kebijakan subsidi seperti itu tidak melanggar komitmen sebagai anggota WTO dan negara-negara tersebut mempunyai kesempatan untuk menghapusnya hingga 2013. "Tapi, secara perlahan akan mendistorsi perdagangan dunia di sektor pertanian," ujarnya.

Indonesia, kata Mari, akan tetap memperjuangkan minyak sawit sebagai komoditas ekspor unggulan. "Kami akan perjuangkan potensial ekspor palm oil, tarif kita masih tinggi dan kita punya kepentingan untuk potensial ekspor," ujarnya.

Masih menurut riset World Bank pada tahun 2005, Widodo mengatakan, jika subsidi bisa dihapuskan akan meningkatkan pendapatan petani sebesar US$300 miliar per tahun.

Kento Momota Announces His Resignation from Badminton
Rekrutan anyar Jakarta LavAni, Mohammad Reza Beik bersama SBY

SBY Yakin Duet Renan Buiatti-Reza Beik Jadi Pertahanan Tangguh Jakarta LavAni

Pemilik klub Jakarta LavAni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berharap duet pemain asing Renan Buiatti dan Mohammad Reza Beik jaga pertahanan dalam Proliga 2024.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024