Aturan Bisnis Digital Belum Jelas, Startup Lokal Makin Dikuasai Asing

Ilustrasi startup unicorn.
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA – Pemerintah terus menggaungkan rencana mereka dalam mencari perusahaan rintisan yang berpotensi memiliki valuasi besar. Startup dengan istilah 'unicorn' atau bernilai USD1 miliar (Lebih dari Rp13 triliun), mirip dengan valuasi yang dimiliki Gojek, Tokopedia, dan beberapa lainnya, yang merupakan hasil karya anak bangsa.

Google Pecat 28 Karyawan Setelah Protes Terhadap Kontrak dengan Pemerintah Israel

Namun di balik hasil karya anak bangsa itu, banyak pihak yang menyayangkan bahwa peran serta investor asing cukup banyak, bahkan hampir tak terbendung. Hal ini semata dikarenakan terlambatnya pemerintah membuat aturan bisnis digital. Tidak heran jika pengamat memprediksi bahwa ekonomi di Indonesia semakin lama disebut akan dikuasai asing.

"Pemerintah terlambat dalam menyusun peta jalan bisnis digital. Itu harus segera dibuat, terutama menyangkut investasi startup digital. Pemerintah sejauh ini kurang antisipatif terhadap perubahan lingkungan bisnis yang bergerak ke arah digital," ujar Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economics & Finance (Indef), dalam keterangannya, Selasa, 16 Oktober 2018.

Google Plans to Charge for AI-powered Search Engine

Dikatakan Enny, saat ini tidak ada regulasi yang mengatur itu. Jikapun ada, sifatnya hanya parsial. Seperti ride sharing, yang hanya diatur PP Menhub. Itupun belum jelas. Padahal, kata dia, bisnis startup digital seperti Gojek sudah cukup berkembang luas, bahkan menjadi lebih dari 10 bidang. Tak hanya ride sharing tapi juga layanan kecantikan, gaya hidup, sampai cuci bersih dan tukang perbaikan.

“Perlu peta jalan dan blueprint yang jelas. Polemik dapat diakhiri jika regulator memiliki aturan. Ekonomi digital adalah keniscayaan. Tinggal aturan yang jelas untuk meminimalkan ekses. Kita harus maksimalkan manfaatnya,” kata Enny.

Kunjungi Station F di Paris, Anindya Bakrie Ungkap Rencana Bangun Kampus Startup di IKN

Diketahui, sejak 2015, terdapat empat perusahaan rintisan yang sudah berpredikat unicorn di Indonesia. Selain GoJek ada Tokopedia, Traveloka dan Bukalapak.
Dari keempat unicorn tersebut, tak dapat dipungkiri, GoJek layak disebut sebagai unicorn yang paling bersinar terang. Didirikan oleh Nadiem Makarim pada 2010, GoJek adalah perusahaan teknologi yang paling banyak diminati oleh investor asing.

Menurut catatan lembaga kajian ekonomi digital, Sharing Vision, hanya dalam tempo kurang dari 10 tahun, GoJek telah berkembang sangat cepat. Memiliki 2.900 karyawan di 3 negara, 65 juta pengguna, 1,2 juta mitra driver, 300 ribu merchant, serta tersebar ke 75 kota dari Aceh ke Papua. Mulai dari transportasi, pembelian makanan, sampai belanja harian, semua bisa menggunakan jasa Gojek. Bahkan sistem pembayaran pun mereka punya. 

Namun di balik Gojek, ada beberapa nama asing yang telah menanamkan sahamnya. Di awal 2015 ada perusahaan investasi papan atas asal AS, Sequoia Capital dan Warburg Pincus LLC. Investor lain yang tercatat seperti Northstar Group, DST Global, NSI Ventures, Rakuten Ventures, Formation Group, KKR, Farallon Capital, dan Capital Group Private Markets. Ada juga Google yang menggelontorkan Rp16 triliun pada akhir 2017. Menyusul kemudian, konglomerat lokal Astra International dengan dana investasi Rp2 triliun.

Selain investor asal AS, Gojek juga kabarnya menarik minat pemodal China. Tiga perusahaan raksasa seperti Tencent, JD.com dan Meituan Dianping juga telah menjadi pemilik Gojek.

Tencent menggelontorkan sebesar USD1,2 miliar. Sedangkan JD.com dan Meituan Dianping tak pernah mempublikasikan dana investasi yang dikucurkan. Namun saat ini aliansi tiga investor China itu kabarnya memiliki lebih dari 80 persen bagian saham Gojek.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya