VIVA – Kekeringan ekstrem melanda kawasan Malang Raya dan sebagian Jawa Timur. Akibatnya, produksi energi listrik yang dihasilkan PLTA Unit Pembangkitan Brantas di Waduk Sutami, Malang, Jawa Timur, berkurang.
PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) selaku otoritas terkait menyebut, air baku yang masuk ke waduk terbesar di Jatim ini menurun drastis sejak Oktober 2019. Dampak dari kekeringan ini, generator tak bisa bergerak secara optimal.
"Kondisi pembangkit di UP Brantas saat ini semua siap beroperasi, tetapi karena kondisi inflow air yang masuk ke waduk kecil, maka KwH produksinya jadi berkurang. Ini juga berakibat pasokan listrik Jawa Bali dari PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air ) Brantas terancam terhenti bila sampai November ini air hujan gagal mengisi waduk sesuai pola," kata Kepala Bidang Stakeholder Management PT PJB, Doddy Nafiudin, Senin 18 November 2019.
Untuk mengatasi persoalan kekurangan air baku di DAS Brantas, PJB harus mengatur pola operasi PLTA Sutami dan PLTA lainnya. Mekanisme pengaturan pola air ini dilakukan, agar PLTA tetap beroperasi pada saat pagi maupun malam hari.
"Sekarang pembangkit di UP Brantas setiap malam atau saat beban puncak beroperasi dengan beban sekitar 110 MW. Sedangkan saat pagi beroperasi dengan beban 45 MW. Sejauh ini, kami masih memastikan produksi listrik Jawa Bali, masih mencukupi kebutuhan saat beban puncak," ujar Doddy.
Doddy mengungkapkan, salah satu upaya mengisi air baku di Waduk Sutami adalah bekerja sama dengan Perum Jasa Tirta I, TNI AU, dan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BBTMC-BPPT) untuk melakukan teknologi modifikasi cuaca (TMC) atau hujan buatan. Pelaksanaannya telah dimulai sejak 14 November 2019.
"Hujan buatan untuk mengatasi kekurangan ketersediaan air di Waduk Sutami. Apalagi, waduk menjadi andalan untuk memenuhi kebutuhan PLTA, air minum, irigasi, perikanan, dan industri. Tetapi, TMC sempat terkendala teknis onderdil pesawat yang dikirim dari Jakarta," tutur Doddy.