Dampak Negatif Pelarangan Produk Tembakau Alternatif

Macam-macam bentuk rokok elektrik.
Sumber :
  • dok. pixabay

VIVA – Rencana larangan produk tembakau alternatif di Indonesia terus menuai pro dan kontra di masyarakat. Sebab, dinilai lebih banyak dampak negatifnya ketimbang positif bagi masyarakat. 

Chandrika Chika Bakal Jalani Rehabilitasi di BNN Lido

Pemerhati Kesehatan Publik Tri Budhi Baskara menyatakan, pelarangan penggunaan produk tembakau alternatif tanpa mengacu kepada kajian ilmiah komprehensif merupakan keputusan yang instan. Sebab hal itu bukan menjadi solusi jangka panjang untuk mengatasi masalah kesehatan akibat rokok

“Risiko yang ditimbulkan justru semakin besar ketimbang manfaatnya,” ujar Tri dikutip dari keterangannya, Minggu 5 Januari 2020. 

Dipenjara karena Narkoba, Chandrika Chika Ngaku Salah Pilih Teman

Tri mengungkapkan, dampak negatif terburuk adalah semakin meningkatnya angka perokok, yang saat ini sudah mencapai 65 juta jiwa. Dengan begitu, permasalahan kesehatan yang ditimbulkan dari rokok akan semakin besar, seperti penyakit jantung dan kanker. 

Kedua penyakit tersebut, masuk ke dalam daftar penyakit katastropik. Artinya dari sisi ekonomi, peningkatan jumlah orang yang sakit akibat dampak rokok akan menyebabkan beban biaya BPJS Kesehatan melonjak.

Gak Percaya Anaknya Biasa Pakai Narkoba, Ibunda Chandrika Chika: Saya Tau Anak Saya Seperti Apa

Sehingga, di masa depan, masih ada potensi besar defisit BPJS Kesehatan bisa terus membengkak.  “Pemerintah tidak boleh mengabaikan potensi dampak negatif yang ditimbulkan dari pelarangan produk tembakau alternatif,” jelasnya.

Menurut Tri Budhi, pemerintah dan pemangku kepentingan dapat belajar dari sejumlah negara, seperti Inggris, Selandia Baru dan Jepang. Negara-negara tersebut sudah melakukan kajian ilmiah dan menggunakan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan, untuk mengatasi masalah rokok di negara tersebut. 

"Dengan melakukan kajian ilmiah, hasil dari penelitian tersebut dapat menjadi acuan bagi pemerintah dalam pembuatan regulasi khusus," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Koalisi Indonesia Bebas Tar (Kabar) dan Pengamat Hukum Ariyo Bimmo menyarankan, pemerintah untuk membuat regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif, termasuk produk tembakau yang dipanaskan. Aturan tersebut nantinya mengatur tentang uji produk, pemasaran produk, informasi bagi konsumen, batasan usia pembeli (di atas 18 tahun), hingga pengawasan.

Saat ini menurutnya, pemerintah sudah mengatur produk tembakau alternatif dengan penetapan tarif cukai Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 146 tahun 2017. Jadi, selama dikenai pita cukai, produk tersebut sah beredar di wilayah Republik Indonesia. 

"Pengaturan lebih lanjut, idealnya melalui kajian ilmiah yang sistematis. Produk tembakau yang dipanaskan tidak bebas risiko, tapi ada manfaat besar yang perlu diteliti lebih lanjut,” jelas Ariyo.

Ariyo melanjutkan, jika berkaca dari Inggris, bahkan parlemennya mendukung produk tembakau alternatif sebagai solusi dalam mengatasi masalah rokok di negara tersebut. Kebijakan itu bisa menjadi referensi bagi pemerintah. 

“Kami berharap pemerintah dapat memberikan dukungannya terhadap kehadiran produk tembakau alternatif yang dibuat untuk melindungi kesehatan masyarakat," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya