- ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
VIVA – Awal tahun ini rakyat sudah disuguhi oleh kenaikan harga beras di beberapa daerah. Pemerintah pun merespons beragam kondisi itu.
Kementerian Perdagangan membuka keran impor sebanyak 500 ribu ton dari Vietnam dan Thailand. Sementara itu, Kementerian Pertanian mengungkap fakta bahwa panen beras sudah mulai terjadi di beberapa daerah, harga gabah pun diklaim Kementan mulai turun.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa kepada VIVA beberapa waktu lalu mengungkapkan, ada yang aneh dari fakta yang dikemukakan pemerintah tersebut. Menurutnya, impor yang dilakukan tersebut jelas telat untuk dilakukan, karena prosesnya tidak instan.
Jika impor dilakukan Januari, barang diperkirakan baru masuk akhir Februari. Pada periode tersebut sudah terjadi panen raya. Impor itu jelas tidak efektif untuk menekan harga beras saat ini
"Kita tidak hanya bicara beras masuk ke pelabuhan, tetapi sudah didistribusikan ke masyarakat. Barangnya masuk akhir bulan Februari. Ini mendekati panen raya," papar dia.
Sementara itu, surplus beras yang digaungkan Kementan membuat pemerintah terpesona dan lengah. Menurutnya, ada masalah produksi beras yang terjadi, sehingga impor semestinya lebih cepat dilakukan.
“Saya sudah mengamati lama. Sejak bulan Juli tahun lalu. Ada masalah produksi. Pemerintah terpesona dengan laporan Pak Amran (Mentan Amran Sulaiman). Kalau saja pemerintah mudeng seharusnya masuk semester kedua (Juli-Agustus) sudah ancang-ancang," tuturnya.
Terlepas dari beberapa hal tersebut, hingga kini harga beras masih naik. Berikut ini Infografik perjalanan harga beras sejak enam bulan lalu.