- Istimewa
VIVA – Amerika Serikat tengah mengevaluasi fasilitas pembebasan tarif bea masuk terhadap impor barang-barang tertentu atau Generalized System Preferences (GSP) bagi tiga negara di antaranya India, Indonesia, dan Kazakhstan. Sebanyak 124 produk ekspor Indonesia pun terancam tak lagi mendapat fasilitas GSP tersebut.
Menurut mantan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, kebijakan itu dilakukan AS tentu akan berdampak bagi neraca dagang Indonesia. Namun, dampaknya terhadap ekonomi Indonesia sulit diprediksi.
"Tapi kalau kami lihat GSP itu (nilainya) US$1,8 miliar terhadap sekitar US$19 miliar dari ekspor kita ke Amerika, atau sekitar 10 persen," kata Mari ditemui di Jakarta, Senin 16 Juli 2018.
Meski begitu dia mengatakan, evaluasi GSP ini merupakan hal yang rutin dilakukan oleh Pemerintah AS yang biasanya memberikan permintaan-permintaan tertentu.
"Dan 4-5 tahun ke depan penghapusan GSP pasti akan dilakukan makin lama makin berkurang. Jadi oke jangka pendek pasti ada dampaknya, dan tentu pemerintah akan terus memperjuangkan untuk itu diperpanjang," kata mantan menteri perdagangan Kabinet Indonesia Bersatu ini.
Dengan demikian, dia menegaskan, pemerintah harus pintar-pintar melakukan negosiasi dan melihat gambaran besar hubungan dagang dengan AS. Meski demikian di sisi lain, Indonesia bisa mulai melakukan diversifikasi pasar produk ekspor ke negara lain.
"Strategi lain mengharapkan importir yang di Amerika kan juga akan dirugikan, jadi dia juga bisa bergerak untuk melobi supaya Amerika tidak menghapus GSP dan punishment tarifnya ke kita," katanya.
RI Coba Manfaatkan RCEP Tarik Investasi ke Pasar Modal
72 persen aliran investasi asing yang masuk ke Indonesia ternyata berasal dari negara anggota RCEP.
