Negosiasi Perang Dagang AS-China Diragukan, Bikin Rupiah Melemah

Nilai tukar Rupiah
Sumber :
  • ANTARA/Zabur Karuru

VIVA – Nilai tukar rupiah sedikit melemah terhadap dolar Amerika Serikat pada perdagangan antarbank pada hari ini, Rabu 5 Desember 2018. Sejumlah dinamika ekonomi global pun diduga menjadi penyebabnya. 

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), Bank Indonesia, Rabu 5 Desember 2018, dolar AS dibanderol Rp14.383. Menguat dari perdagangan sebelumnya di level Rp14.293 per dolar AS. 

Pengamat pasar modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia atau AAEI, Reza Priyambada, mengatakan, pelemahan rupiah ini adalah bias dari sikap pelaku pasar keuangan yang kembali meragukan kesepakatan penangguhan pengenaan tarif impor yang memicu perang dagang antara Amerika Serikat dan China. 

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

Kondisi tersebut membuat yuan China melemah dan berimbas pada pergerakan sejumlah mata uang Asia lainnya, termasuk rupiah.

"Pada akhirnya, kenaikan (penguatan) rupiah dalam beberapa hari terakhir kembali tertahan. Di sisi lain, adanya perkiraan penurunan kredit konsumsi akibat imbas kenaikan suku bunga juga turut menekan pergerakan rupiah," kata Reza dalam pesan tertulisnya, Rabu 5 Desember 2018.

Erick Imbau BUMN Beli Dolar AS Besar-besaran, Menko Perekonomian hingga Wamenkeu Bilang Gini 

Meski demikian, Reza memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp14.292-14.278 pada perdagangan hari ini. Pelemahan yang terjadi saat ini hanya dalam jangka pendek. 

Akan tetapi, perlu diantisipasi potensi pembalikan arah menguatnya dolar AS di masa depan. Apalagi, jika pelaku pasar kembali memperhatikan arah The Fed menentukan suku bunganya.

Sementara itu, Kepala Riset Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih memperkirakan, melambatnya ekonomi AS di akhir tahun ini, akan menjadi faktor pendorong dari berlanjutnya penguatan rupiah terhadap dolar AS menuju kisaran Rp14.250 sampai Rp14.260.

Lana mengungkapkan, data perekonomian AS yang mengalami perlambatan juga mendukung kekhawatiran investor global terhadap belum jelasnya dan belum adanya rencana yang detail mengenai kesepakatan perdagangan AS-China.

"Kekhawatiran tersebut didukung dengan beberapa indeks terkait optimisme ekonomi (AS) dan outlook untuk enam bulan ke depan yang menunjukkan penurunan dan terendah sejak delapan bulan terakhir," papar dia seperti dikutip dari analisisnya. 

Sementara itu, dari sisi domestik, Lana mengatakan, sentimen penguatan rupiah juga dipicu obligasi global yang diterbitkan pemerintah (front loading) senilai US$3 miliar. Obligasi itu diterbitkan untuk pembiayaan defisit APBN 2019 dan pembayaran SBN yang jatuh tempo senilai Rp825,7 triliun.

Obligasi global itu terdiri atas US$750 juta untuk tenor 5 tahun, US$1,25 miliar tenor 10 tahun, dan senilai US$1 miliar untuk tenor 30 tahun. Dengan imbal hasil masing-masing 4,48 persen, 4,78 persen, dan 5,38 persen. 

"Penerbitan front loading, obligasi global ini bisa membantu penguatan rupiah dalam minggu ini," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya