Bagasi Penerbangan Berbayar Sah Diterapkan, Ini Penjelasannya

Petugas beraktivitas di Terminal Kargo dan Pos Bandara Jenderal Ahmad Yani yang berada di lokasi baru seusai diresmikan, di Semarang, Jawa Tengah, Rabu, 23 Januari 2019.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aji Styawan

VIVA – Aturan bagasi berbayar di penerbangan berbiaya rendah atau biasa disebut Low Cost Carrier (LCC) di tanah air saat ini menimbulkan polemik di Masayarakat. Padahal aturan tersebut lazim di terapkan di berbagai negara. 

Jokowi Senang Pelabuhan Wani dan Pantoloan Berdiri Kokoh Lagi Usai Diguncang Tsunami Palu 2018

Pengamat Transportasi, Alvin Lie mengimbau semua pihak melihat aturan ini dari perspektif aturan Indonesia namun coba dilihat dari aturan internasional. Sebab, sebagai bagian dari anggota penerbangan internasional tepatnya dalam resolusi International Air Transport Association (IATA) nomor 302 tahun 2011, maskapai diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri kebijakan bagasi. 

"Di aturan tersebut disebutkan mulai dari membebaskan biaya bagasi seluruhnya, sebagian ataupun mengenakan biaya pada bagasi yang dibawa oleh penumpang," ujar Alvin dikutip dari keterangan resminya, Rabu 13 Februari 2019. 

Ramp Check Angkutan Lebaran 2024, Dishub Tangerang: Bus Pakai Klakson Telolet Tak Laik Jalan

Alvin menjelaskan, jika dilihat dari aturan dalam negeri, hal ini memang sejak dulu tidak diatur, maskapai bebas menentukan sendiri. Bahkan di Peraturan Menteri (Permenhub) nomor 185 tahun 2015 ditegaskan bahwa maskapai berbiaya rendah atau no frill boleh menerapkan bagasi berbayar atau tanpa bagasi gratis.

Sedangkan untuk maskapai dengan kategori medium service dapat memberikan bagasi gratis hingga 15 kilogram. Lalu untuk full service maksimal 20 kilogram.

Rehabilitasi Pasca Bencana, Jokowi: Gedung RSUD Anutapura Palu Pertama Pakai Sistem Shockbreaker

"Mereka (Maskapai LCC) berhak untuk itu (Bagasi berbayar). Dan untuk ini para maskapai tersebut juga telah melaporkan terkait rencana pemberlakuan bagasi berbayar dan juga telah melakukan sosialisasi," katanya. 

Dia berpendapat, penolakan yang terjadi lebih karena konsumen penerbangan di negara kita telah lama terlena dengan pemberian bagasi cuma-cuma dan ini merupakan perubahan yang pahit. Padahal dari sisi bisnis hal tersebut juga sah dilakukan, dan bisa membuat kompetisi sektor itu lebih dinamis. 

"Tidak hanya di Indonesia, di Inggris perubahan yang terjadi juga menimbulkan resistensi. Seperti belum lama ini, maskapai LCC bernama Flybe menerapkan aturan bahwa bagasi yang dibawa ke kabin harus diukur volumenya dan besarnya," tambahnya.  

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio mengatakan untuk mengakhiri polemik terkait pro kontra bagasi berbayar ini, maskapai diharapkan lebih mengedepankan faktor proporsional dan menggencarkan sosialisasi terkait bagasi berbayar baik dari tarifnya ataupun acuan aturan yang berlaku. 

"Tidak dipungkiri jika saat ini ada maskapai langsung mengenakan tarif yang cukup memberatkan ditambah lagi kurang sosialisasi, akhir terjadilah kegaduhan. Saya mempunyai keyakinan jika konsumen dikenakan tarif yang proporsional dan diberikan sosialisasi yang masif maka penumpang akan bisa menerima kok," katanya. 

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perhubungan Udara Polana B Pramesti mengatakan bahwa diingatkan, bahwa maskapai yang menerapkan bagasi berbayar agar lebih maksimal sosialisasi. Khususnya terkait tarif yang akan dikenakan kepada para pengguna jasanya. (ldp)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya