Amankan Devisa Negara, BKPM Incar Investasi di Sektor Pendidikan

Kepala BKPM Thomas Lembong.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVA.co.id

VIVA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Thomas Lembong menegaskan bahwa saat ini, pihaknya tengah berupaya untuk membuka kemungkinan peluang investasi di sektor pendidikan.

Panduan Lengkap Investasi Reksadana untuk Pemula, Dari A sampai Z

Menurut dia, hal tersebut masih dalam pembahasan di internal BKPM saat ini. Ia berharap, nantinya implementasi itu bisa dilaksanakan usai ajang pesta demokrasi yang akan digelar pada pertengahan April 2019 mendatang.

"Yang sedang kami kerjakan dan diharapkan bisa (terealisasi), setelah pemilu adalah kami ingin membuka sektor universitas dari nol persen menjadi 67 persen di luar kawasan ekonomi khusus, dan 100 persen di kawasan ekonomi khusus," kata Thomas di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Rabu 13 Februari 2019.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

Thomas menilai, pembukaan peluang investasi di sektor pendidikan semacam ini merupakan hal yang sangat penting. Mengingat, setiap ada WNI yang berangkat ke luar negeri untuk berkuliah di universitas asing di negara tujuan, sebenarnya hal itu patut disayangkan karena turut menguras devisa negara.

Dia bahkan mencontohkan sejumlah negara tetangga, seperti misalnya Malaysia dan Vietnam, yang ternyata juga sudah melihat prospek tersebut dan merealisasikannya di negara mereka.

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten

"Setiap tahun ratusan ribu mahasiswa ke luar negeri untuk mendapat universitas. Itu menguras devisa kita. Contoh Vietnam yang membuka Monash University, begitu juga di Kuala Lumpur," ujar Thomas.

Apabila hal itu bisa terealisasi, Thomas mengaku optimistis bahwa nantinya hal itu akan turut mengamankan devisa negara agar tak lari ke luar negeri.

Sekaligus, hal itu juga akan menambah pemasukan bagi negara, dengan datangnya para calon mahasiswa dari negara-negara terdekat yang ingin kuliah di kampus internasional yang ada di Indonesia.

"Jadi, nanti mereka akan membayar kuliah di Indonesia dengan rupiah. Tetapi, ini yang sektor jasa kurang dapat perhatian, padahal ada relaksasi opening untuk neraca pembayaran dan lain sebagainya," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya