Pengamat Transportasi Tuding Satu Unicorn RI Mengarah ke Kapitalis

Lobi kantor Gojek.
Sumber :
  • Dokumen Gojek

VIVA – Unicorn menjadi salah satu isu yang dibahas dalam debat calon presiden kedua yang digelar Minggu, 17 Februari 2019. Kedua calon presiden menyampaikan pandangannya terhadap unicorn jika terpilih menjadi pemimpin Indonesia. 

Jokowi Senang Pelabuhan Wani dan Pantoloan Berdiri Kokoh Lagi Usai Diguncang Tsunami Palu 2018

Hal itu bermula saat calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo bertanya kepada calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto tentang infrastruktur apa yang akan dibangun untuk mendukung perkembangan unicorn Indonesia. 

Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno menjelaskan, unicorn merupakan gelar yang diberikan pada suatu startup yang memiliki nilai valuasi lebih dari 1 juta dolar AS dan bukan sekadar pendanaan yang diraih dari investor. 

Ramp Check Angkutan Lebaran 2024, Dishub Tangerang: Bus Pakai Klakson Telolet Tak Laik Jalan

Saat ini, kata dia, Indonesia memiliki empat startup unicorn, yaitu Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka.

"Di sektor transportasi, operasional Gojek sudah mengarah kapitalis karena tidak diikuti aturan yang bisa melindungi mitra kerja," ujarnya dikutip dalam keterangan tertulisnya, Senin 18 Februari 2019. 

Rehabilitasi Pasca Bencana, Jokowi: Gedung RSUD Anutapura Palu Pertama Pakai Sistem Shockbreaker

Djoko mengatakan, sistem aplikasi ini tidak diawasi apalagi diaudit oleh lembaga yang berwenang. Menurutnya, Pemerintah sangat terlambat mengantisipasi dan tidak jelas arahnya. 

"Ditambah masing-masing instansi, Kementerian/Lembaga jalan sendiri-sendiri," kata dia. 

Ia menjelaskan, sekitar dua tahun lalu ketika sebagian saham belum dimiliki asing, mitra Gojek masih mendapatkan bonus yang cukup besar. Pendapatan driver ojek daring bisa minimal Rp8 juta per bulan, bahkan ada yang mencapai Rp12 juta per bulan. 

Sekarang, kata dia, untuk mendapatkan Rp4 juta harus bekerja hingga 12 jam dalam sehari. "Setelah sebagian saham dimiliki asing, tentunya target keuntungan yang harus dipenuhi dahulu. Sementara urusan kesejahteraan mitra kurang dapat perhatian," ujarnya. 

Kementerian Perhubungan dikatakannya, memang sudah membuat Rancangan Peraturan Menteri Perhubungan (RPM) tentang transportasi online yang pada intinya mengatur keselamatan, biaya jasa, suspend dan kemitraan. Tentunya, kata dia, RPM ini tidak bisa berdiri sendiri dalam upaya ingin melindungi driver dan konsumen ojek daring. 

Menurutnya, ini perlu dukungan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang seharusnya dapat menerbitkan peraturan untuk mengawasi dan mengaudit aplikasi yang digunakan pengusaha aplikasi atau aplikator. 

"Demikian pula dengan Kementerian Tenaga Kerja harus dapat membuat aturan yang mengatur hubungan kemitraan antara pemilik aplikasi dengan driver ojek daring," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya