Bos OJK: Sekarang Rentenirnya Sudah Online

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Wimboh Santoso
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

VIVA – Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menegaskan, akan terus mendorong teknologi digital, untuk perkembangan sektor jasa keuangan. Khususnya, guna menopang industri jasa keuangan konvensional seperti perbankan di Indonesia. 

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Industri yang dikenal dengan financial technology atau fintech itu dinilai bisa menjangkau seluruh segmen masyarakat. Khususnya, yang tidak dapat terjangkau oleh perbankan konvensional untuk memperoleh jasa layanan keuangan.

"Satu hal yang ingin kami pesankan, ini teknologi kita pegang beri benefit bagi industri perbankan untuk beroperasi secara efisien dan banyak produk-produk teknologi yang tentunya segmen masyarakat yang enggak bankable," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso di Hotel Westin Jakarta, Kamis 28 Februari 2019.

Inovasi untuk Menciptakan Produk yang Sesuai Kebutuhan

Menurut Wimboh, perkembangan fintech di Indonesia, memang tidak dapat dibendung. Bahkan, dikatakannya fintech tersebut bisa berkembang menjadi industri jasa keuangan digital yang merugikan masyarakat.

Fintech yang berkembang tersebut, disebutnya sebagai rentenir online, lantaran memberikan pinjaman uang dengan sangat mudah kepada masyarakat sambil juga memberikan suku bunga pinjaman yang sangat tinggi. 

Kiat Bijak Memilih Layanan Pinjaman Fintech: Produktif atau Konsumtif?

"Sekarang, kalau boleh kita bilang yang kemarin ada yang kita sebut rentenir, sekarang rentenirnya sudah pakai online, sudah online rentenirnya dan suku bunganya luar biasa," tegasnya.

Karenanya, dia menegaskan, guna membendung perkembangan fintech yang tidak teratur tersebut, OJK memutuskan untuk menciptakan regulasi perizinan bagi fintech-fintech yang mau menjalankan bisnisnya di Indonesia. Aturan itu tertuang dalam POJK 77/POJK.01/2016 dan POJK 13/POJK.02/2018.

"Sekarang kita kasih koridor, ayolah daftar (fintech). Kalau daftar kita komitmennya, satu enggak boleh abuse customer, kedua harus ada orang yang tanggung jawab, ketiga dia platform ini bisnisnya harus continue, enggak boleh hit and run, dan keempat transparan," tuturnya.

Dengan begitu, lanjut Wimboh, masyarakat yang merasa dirugikan dari fintech peer to peer landing yang tidak terdaftar akan menjadi masalah delik penipuan. Dan, bila merasa ditipu bisa langsung lapor ke polisi. 

"Tetapi, kalau itu yang terdaftar pasti platform-nya kita panggil ini melanggar komitmen kita kasih peringatan masih juga kita tutup platform-nya. Jadi, bagaimana kita mengambil manfaat buat masyarakat, bahkan industri perbankan kami dorong untuk bisa masuk platform itu. Maka, nanti kita akan juga mendorong," ungkap Wimboh. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya