Impor Terkait Infrastruktur Capai US$6 Miliar pada 2018

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan, pihaknya mencatat bahwa pada sepanjang 2018 defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit mencapai US$31 miliar.

Kemenpan-RB Siapkan 200 Ribu Formasi Calon ASN untuk Ditempatkan di IKN

Dia menjelaskan, salah satu penyebab hal tersebut adalah tingginya impor untuk proyek infrastruktur, yang mencapai US$6 miliar.

"Bank Indonesia mencatat bahwa perkiraan impor terkait infrastruktur pada 2018 mencapai sekitar US$6 miliar," kata Mirza dalam acara peluncuran Laporan Perekonomian Indonesia 2018 di kantornya, kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu 27 Maret 2019.

Bea Cukai Beri Izin Pembebasan Bea Masuk Impor Alat Kesehatan

Selain itu, faktor lainnya diakui Mirza adalah terkait ketidakstabilan harga komoditas. Untuk itu, BI pun mengajak kepada seluruh elemen dan pihak-pihak terkait, agar terus berupaya menggencarkan dan meningkatkan ekspor.

Tujuannya tak lain adalah untuk menstabilkan neraca perdagangan, dengan harapan lain untuk memperoleh surplus sehingga dapat memperbaiki kondisi CAD tersebut.

Intip Sederet Ketentuan Barang Kiriman Pekerja Mingran, Tak Lagi Diatur Permendag

"Kita selalu bicara dan mengajak teman-teman pemerintah dan pemda agar bagaimana caranya kita bisa meningkatkan ekspor," ujar Mirza.

Mirza menegaskan, upaya perbaikan kinerja migas juga harus lebih ditingkatkan lagi. Tujuannya adalah agar angka impor di sektor tersebut juga bisa ditekan, karena impor migas merupakan faktor utama dari terjadinya defisit neraca perdagangan tersebut.

Dia bahkan menjelaskan bahwa sepanjang 2018, nilai ekspor tercatat hanya mencapai angka US$180,7 miliar. Padahal, total nilai impor yang sudah termasuk migas dan non migas, tercatat mencapai US$181,2 miliar.

"Karena bagaimana kita bisa mengurangi penggunaan energi fosil? Sebagai negara yang tumbuh terus, kita pasti perlu energi, tapi bagaimana energinya yang tidak perlu diimpor," kata Mirza.

"Maka upaya mensubstitusi energi fosil jadi energi dari angin, matahari, air, itu harus dilakukan. Kita perlu reformasi struktural mengenai bagaimana kebijakan energi tersebut," ujarnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya