- VIVA.co.id/Fikri Halim
VIVA – Bank Indonesia menanggapi secara serius tekanan ekonomi global, yang terus berdampak buruk terhadap perekonomian Indonesia. Sebab, hal Itu mengakibatkan arus modal keluar terus terjadi, terutama sejak Mei 2019, akibat buruknya indikator-indikator fundamental ekonomi Indonesia pada kuartal I 2019.
Tekanan ekonomi global tersebut, dipengaruhi oleh kembali naiknya tensi perang perdagangan antara Amerika Serikat dengan China. Hingga melambatnya pertumbuhan ekonomi global, khususnya di negara-negara maju yang juga menjadi mitra dagang utama Indonesia.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo mengatakan, tekanan tersebut harus ditanggapi secara serius lantaran beberapa indikator dasar utama ekonomi Indonesia memiliki catatan yang buruk, terutama pada April 2019.
Dia mengatakan, pada bulan tersebut neraca perdagangan Indonesia harus mengalami defisit hingga US$2,5 miliar, atau menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Di samping itu, data pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2019, hanya tumbuh 5,07 persen.
"Yang bisa dikatakan di bawah perkiraan hampir semua pihak, termasuk Bank Indonesia, dan itu semua berawal dari bagaimana dampak dari trade tantion dan dampak pada asumsi pertumbuhan ekonomi dunia, trade dunia yang melambat ke ekspor kita dan langsung mengena kepada kegiatan ekonomi Indonesia," kata dis di Gedung BI, Jakarta, Jumat 17 Mei 2019.
Akibat hal itu, dia mengungkapkan, hingga pertengahan Mei saat ini, arus modal asing yang ke Indonesia cenderung keluar atau capital outflow, meski tidak disebutkannya secara rinci besarannya. Padahal, hingga 2 Mei 2019, BI mencatat bahwa arus modal asing masih masuk hingga menjadi sebesar US$131,1 triliun.
"Sekarang bisa dikatakan net-nya, kita capital outflow hampir di setiap instrumen, setelah kita catat dari Januari sampai dengan April itu, inflow secara signifikan. Jadi, pertanyaan adalah apakah ini akan terus berlangsung? Apakah ini permanen atau harapan adalah seperti itu hanya sementara," tuturnya.
Untuk itu, demi menjaga kondisi arus modal asing tersebut tidak terus keluar, Dody menegaskan, Bank Indonesia saat ini tengah berusaha memperdalam pasar keuangan Indonesia. Salah satunya adalah dengan menerbitkan kembali Surat Berharga Komersial yang sempat mati suri pascakrisis ekonomi 1998.
"Adanya instrumen pasar uang semakin kaya dan dalam ini akan memudahkan bagi kita menjalankan kebijakan moneter menjadi lebih efektif kepada sektor rillnya. Kalau instrumen ini sangat minim bisa dikatakan volatilitas di perbankan, likuditas, suku bunga, nilai tukar sangat besar. Investor asing akan cepat keluar," tegas dia. (asp)