Kisruh Pelabuhan Marunda Bisa Pengaruhi Daya Saing Global Investasi RI

Pelabuhan Marunda
Sumber :
  • Dok. PT KCN

VIVA – Mandeknya pengembangan Pelabuhan Marunda karena konflik internal pengelola, antara PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) dan anak usahanya PT Karya Citra Nusantara (KCN), dikhawatirkan dapat merusak citra investasi di Indonesia. Hal tersebut bertentangan dengan arah kebijakan Presiden Jokowi yang ingin menggenjot investasi.

Kapal Pengangkut BBM Meledak hingga Terbakar di Marunda

Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan, konflik internal tersebut seharusnya diselesaikan dengan duduk bersama. Tanpa harus menempuh jalur hukum seperti saat ini yang sudah masuk ke ranah Mahkamah Agung (MA). 

"Harus ada jalan terbaiknya jangan sampai merusak citra Indonesia di mata investor dalam kasus ini," ujar Ahmad di Jakarta dikutip dari keterangannya, Kamis 25 Juli 2019. 

Hati-hati, Simak 9 Tips Paling Efektif Agar Tak Tertipu Investasi Bodong

Menurut Heri, penyelesaian konflik internal terkait penambahan porsi saham sepatutnya diselesaikan secara business to business. Bukan diekspose secara hukum ke pengadilan yang nantinya diputuskan oleh hakim dengan kacamata hukum. 

"Kalau ranah hukum, nanti investor takut, nanti kalau saya bisnis di sini bisa ke ranah hukum, makanya jangan ada kepentingan lain mengorbankan investor yang sudah susah payah, investasi mahal, tiba-tiba di tengah jalan disuruh pergi dan harus bayar," tuturnya. 

Anies Ungkap Penyebab Investor Asing Enggan Masuk RI: Kita Punya Masalah, Jangan Ditutupi!

Heri menjelaskan, peringkat kemudahan berusaha atau ease of doing business Indonesia saat ini turun ke posisi 73 dari sebelumnya 72. Di mana pilar enforcing contract (penegakan kontrak) Indonesia di posisi paling rendah. Hal tersebut harus menjadi perhatian pemerintah.

"Nah global melihat, wah Indonesia suka tidak konsisten terhadap kontrak yang sudah disepakati dan ini berujung kepada susahnya naik peringkat kita," ucap Heri. 

Ia pun berharap, kasus yang terjadi antara KBN dan KTU tidak terulang kembali dengan mengubah kontrak yang telah disepakati sejak awal oleh kedua belah pihak. 

"Kasus ini harus dijadikan pelajaran agar ke depan lebih baik lagi. Kontrak yang sudah disepakati di tengah jalan, hanya pergantian direksi kok boleh diubah, jadi kontrak yang lama diabaikan," papar Heri. 
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya