Bank Indonesia Pangkas Suku Bunga, Akankah Berdampak ke Properti?

Ilustrasi bisnis properti.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen pada Kamis, 19 September lalu. Dengan demikian, sepanjang tahun ini, bank sentral sudah menurunkan suku bunga sebanyak 75 bps.

Kembangkan Kawasan Hijau, Lippo Cikarang Sudah Tanam 95.427 Pohon

Salah satu alasan menurunkan suku bunga adalah untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah risiko perlambatan ekonomi global.

Selain itu, BI juga mengeluarkan kebijakan untuk melonggarkan aturan Loan to Value ( LTV) dan Finance to Value (FTV) bagi pembiayaan kepemilikan properti, baik rumah tapak, rumah tinggal maupun rumah kantor dan rumah toko.

Ini 5 Dampak Serius Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI, Simak!

Menurut ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga kebijakan sebesar 75 bps sejak Juli 2019 sebagai langkah pre-emptive untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi ke depan dari dampak perlambatan ekonomi global.

Ia mengatakan, penurunan suku bunga acuan BI diperkirakan akan langsung diikuti penurunan suku bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), yang pada umumnya akan direspons dengan penurunan suku bunga deposito yang selanjutnya akan mendorong juga penurunan suku bunga kredit.

Penyanyi Hizrah yang Sempat Viral Kini Sukses Jadi Milyarder di Bisnis Herbal

DP rumah lebih ringan

“Transmisi kebijakan moneter ini pada akhirnya mempengaruhi suku bunga kredit, tidak terkecuali suku bunga kredit KPR. Dengan fakta bahwa BI sudah merelaksasi kebijakan makroprudensial dengan menurunkan LTV sejak Agustus 2018, maka diperkirakan suku bunga KPR berpotensi turun menyesuaikan penurunan suku bunga acuan BI," ungkap Josua, Kamis, 26 September 2019.

Oleh karena itu, ia melanjutkan, permintaan terhadap properti dan KPR diperkirakan akan berangsur naik paling cepat akhir tahun ini atau awal tahun depan. Berdasarkan survei Bank Indonesia, indeks harga properti residential di kuartal II 2019 menunjukkan kenaikan yang lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya.

Secara kuartalan, Josua menyebut, harga properti residential melambat dari 0,49 persen menjadi 0,20 persen. Otomatis, secara tahunan pun ikut melambat dari 2,04 persen (year on year/yoy) menjadi 1,47 persen.

“Peningkatan harga properti didorong oleh kenaikan harga bahan bangunan dan upah pekerja. Saya melihat harga rumah yang naik terjadi pada rumah tipe kecil," tuturnya.

Hal senada juga diungkapkan Country Manager Rumah.com, Marine Novita. Ia menyambut baik adanya dua kebijakan baru dari Bank Indonesia tersebut, yang diharapkan bisa menggairahkan industri properti yang belakangan ini sedang dalam kondisi melandai.

"Jadi, dengan kebijakan tersebut, bank memiliki keleluasaan untuk mengambil risiko dalam menyalurkan kredit dan memberikan batas minimum uang muka (down payment) KPR juga akan bisa lebih ringan,” jelas dia.

Tidak wajar

Seperti diketahui, tingkat kepuasan terhadap industri properti Indonesia yang sedang menurun ini, menurut hasil survei Rumah.com Property Affordability Sentiment Index, disebabkan oleh nilai yang didapat antara properti yang ditawarkan dengan harga yang diminta semakin dianggap tidak wajar dan tidak senilai uangnya (worth the money).

Selain itu juga semakin banyak responden yang menganggap bahwa properti yang ditawarkan saat ini tidak menarik, sementara harganya terlalu tinggi. Menurut Marine, harga properti yang mahal dan terus meningkat memang selalu dipandang dari dua sisi.

"Bagi mereka yang optimistis, mereka melihatnya sebagai peluang investasi di masa depan, sementara mereka yang pesimistis, ini disebabkan keraguan terhadap kemampuan finansialnya. Mereka yang belum yakin dengan kemampuan kemungkinan adalah mereka yang masih awam atau kurang informasi," ungkapnya.

Sementara itu, jika ada konsumen yang mengeluhkan suku bunga yang tinggi namun jika dilihat berdasarkan data dan ditarik mundur, maka tingkat suku bunga yang berlaku saat ini tidak lebih tinggi dari suku bunga pada 2015. "Karena itu, setelah dua kebijakan BI ini berlaku secara efektif maka diharapkan industri properti bisa menggeliat kembali,” kata Marine.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya