Bank Jangan Alergi dengan Fintech

Ilustrasi perbankan.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Meskipun mengalami perkembangan cukup pesat, namun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan tingkat inklusi keuangan di Indonesia belum dapat mencapai target pemerintah sebesar 75 persen pada tahun ini. Menurut estimasi OJK, inklusi keuangan nasional tahun ini hanya akan mencapai 65 persen.

BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 1,36 Triliun

Artinya, sebanyak 65 persen penduduk Indonesia telah terkoneksi dengan internet tetapi belum tentu ke layanan keuangan. Salah satu kendala dalam mencapai target tersebut adalah dari segi infrastruktur.

Karena itu, dibutuhkan sinergi antara perusahaan teknologi keuangan (financial technology/fintech) dan perbankan, yang dinilai menjadi salah satu solusi masa depan bagi industri keuangan di Tanah Air.

Bank Muamalat Cetak Laba Rp 14,1 Miliar pada 2023, Aset Tumbuh 9 Persen

PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisor, Ravi Ivaturi, menilai kolaborasi ini bisa menjawab tantangan inklusi keuangan di Indonesia yang masih relatif rendah.

Menurutnya, saat ini sekitar 70 persen dari populasi masyarakat di Indonesia belum tersentuh layanan keuangan. “Indonesia juga memiliki GDP per kapita yang tergolong rendah," kata Ravi, dalam pernyataannya, Senin, 7 Oktober 2019.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

Ia melanjutkan, upaya yang harus dilakukan untuk mengembangkan nilai ekonomi dari masyarakat, salah satunya memperbaiki akses masyarakat ke layanan keuangan.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Risk and Sustainability Amartha, Aria Widyanto, mengatakan kolaborasi fintech dan perbankan tidak bisa dihindari. “Fintech itu lebih fleksibel dalam memahami kebutuhan dan layanan pelanggan," jelasnya.

Dengan dukungan teknologi, kata Aria, fintech bisa beradaptasi dengan cepat sesuai customer experience. Sementara bank seperti sebuah entitas besar, yang sangat konservatif dan tidak mampu mengejar perubahan customer experince. "Karena itu, sinergi keduanya tidak mungkin dihindari di masa depan,” tegas Aria.

Ia juga menilai, tren penurunan net interest margin (NIM/margin bunga bersih) perbankan dari rata-rata 12 persen pada 10 tahun lalu menjadi rata-rata 5 persen saat ini juga menuntut perbankan untuk berinovasi serta berkolaborasi dengan fintech.

“Di masa depan, fee based income (pendapatan berbasis komisi) akan menjadi inovasi bank untuk menghasilkan pendapatan, sehingga kolaborasi dengan fintech sulit dihindari,” paparnya. Menurut Arya, fintech merupakan terobosan dan inovasi baru dalam sistem keuangan yang didukung teknologi digital.

Di saat yang sama, teknologi digital yang digunakan fintech berperan sangat penting untuk membangun seamless customer experience. “Peran dari fintech inilah untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Dan di situlah peran teknologi,” ungkap Aria.

Chief Product and Services Officer Telkomtelstra, Agus F Abdillah menambahkan, melalui dukungan teknologi digital, fintech bisa lebih fleksibel dalam melayani nasabah di industri keuangan Tanah Air.

"Perbankan sangat prudent, fintech tidak se-prudent perbankan. Ini yang menjadi kekhawatiran perbankan bahwa mereka bisa tergerus oleh fintech. Nah, ke depan, keduanya harus lebih berkolaborasi," katanya.

Ia juga menyebut bahwa Amartha merupakan salah satu pelanggan dari anak usaha Telkom tersebut. "Kami membantu dari sisi cloud untuk face recognition. Sistem tersebut dipakai untuk lender supaya dana yang dipakai Amartha lebih aman karena identitas lender dapat dipertanggungjawabkan," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya