Harga Gas Bumi Diturunkan Bisa Ganggu Keuangan Negara Hadapi Corona

lapangan gas
Sumber :
  • bpmigas.go.id

VIVA – Kebijakan pemerintah penurunan harga gas untuk industri dan pupuk menjadi US$6 per MMbtu mulai 1 April 2020 ini dinilai tidak sensitif terhadap kondisi perekonomian nasional saat ini. Hal itu pun dapat menghambat investasi hulu migas di masa depan.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Ketua Komisi VII DPR RI Sugeng Suparwoto mengatakan, kebijakan penurunan harga gas ini akan langsung mengakibatkan turunnya penerimaan negara dari sektor hulu migas. Hal itu secara otomatis akan semakin membebani pemerintah.

"Pemerintah sedang sangat membutuhkan dana untuk menangani pandemi Virus Corona COVID-19. Kalau bagian negara dari penjualan gas dipangkas, maka bagaimana kebutuhan ini akan ditutupi?" kata Sugeng dikutip dari keterangannya. Jumat, 3 April 2020.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Terkait investasi menurutnya, penurunan harga gas ini akan menurunkan minat investor untuk masuk ke sektor hulu migas di Indonesia. Apalagi keputusan ini diperparah dengan terperosoknya harga minyak dunia saat ini. 

“Harga minyak sedang turun. Tanpa kebijakan apapun, realitas ini sudah memberikan sinyal negatif buat investor. Ke depan kita akan rugi banyak,” kata Sugeng.

Kebijakan Harga Gas Diharapkan Dukung Keberlanjutan Industri Migas Nasional

Dia melanjutkan, sebelum memberlakukan kebijakan tersebut, seharusnya menteri ESDM membuat kajian terkait titik-titik ketidakefisienan di 7 (tujuh) industri dan pupuk yang akan mendapatkan pemberlakukan harga spesial tersebut. Kajian juga dilakukan pada rantai suplai gas dari hulu sampai ke end user

Proses ini harus dilakukan agar industri hulu yang sudah efisien tidak semakin ditekan. Diketahui, saat ini industri-industri dalam negeri kuat dan sudah semakin berkembang sehingga pemberian subsidi kepada mereka perlu dievaluasi apakah sudah tepat atau tidak. 

"Seharusnya jangan sisi hulu terus yang ditekan. Kalau konsumen ingin harga yang murah, perlu dikaji sisi mana yang tidak efisien. Sisi midstream harus ikut berkorban," ujarnya. 

Hal senada diutarakan pengamat ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada Fahmy Radhi. Mantan anggota tim anggota reformasi migas ini mengatakan, penurunan harga gas ini menyebabkan pemerintah harus melepaskan penerimaan negara dari sektor hulu sebesar US$2,2 per MMBtu. Yang ujungnya akan menurunkan Penerimaan Negara.

Meski akan ada tambahan penerimaan pajak dan dividen, serta penghematan subsidi, jumlahnya masih lebih kecil dari pengurangan pendapatan pemerintah dari hulu migas.

"Saat ini baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sedang sangat butuh dana untuk berbagai program penanganan COVID-19. Sebaiknya penurunan harga gas ini ditunda dulu karena sesungguhnya lebih besar biayanya daripada manfaatnya," ujarnya.

Pepres Nomor 40 tahun 2016 mengatur, Penetapan harga gas sebesar $6 per MMbtu diperuntukkan untuk tujuh industri strategis, yaitu industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik,  industri kaca, dan industri sarung tangan karet.

Menurut Fahmy, kebijakan ini seharusnya tidak diperluas lagi dengan memasukkan PLN di dalamnya. "Subsidi kelistrikan lebih bagus diberikan langsung kepada masyarakat, bukan kepada PLN. Contoh subsidi langsung ini misalnya subsidi untuk pelanggan 450 VA dan 900 VA selama pandemi COVID-19," ujar Fahmy. 

Menurutnya, subsidi kepada PLN justru harus dicabut supaya perusahaan pelat merah ini dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih efisien. Kompensasi yang diberikan kepada PLN dinilai sudah cukup melalui kebijakan marjin 7 persen yang selama ini sudah diperhitungkan di dalam tarif.

“Kalau ternyata tidak memberikan kontribusi signifikan, maka penetapan harga gas industri sebesar US$ 6 per MMbtu sebaiknya dibatalkan saja. Sebab, kebijakan pemerintah itu lebih besar biaya yang harus ditanggung ketimbang benefit yang diperoleh,” tambahnya. 

Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, penetapan harga gas tersebut mengikuti Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Perpres ini sebenarnya hanya mengatur keringanan harga gas untuk tujuh industri strategis. 

Namun, melalui kebijakan Kementerian ESDM, penurunan harga gas juga diperuntukan kepada PLN.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya