3 Kartini Muda Ini jadi Penggerak Ekonomi Keluarga

Tiga wanita penggerak ekonomi keluarga
Sumber :
  • Google

VIVA – Hari Kartini diperingati setiap tanggal 21 April setiap tahunnya. Hari di mana masyarakat  memperingati jasa kepahlawanan R.A. Kartini, sebagai pelopor kebangkitan perempuan Indonesia. Tentunya semangat Kartini tidak hanya sampai situ saja, setiap generasi tentu sangat merasakan bagaimana semangat Kartini. Apalagi, di tengah wabah virus corona, perjuangan para penerus Kartini ternyata tak pernah padam.

Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang

Zaman yang terus berkembang membuat perempuan kini tidak hanya mengurus pekerjaan rumah tangga saja. Melainkan juga turut berperan dalam roda perekonomian keluarga, daerah, hingga bangsa.

Dari data yang dihimpun dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia menyebutkan bahwa pada tahun 2018 jumlah penduduk perempuan berumur 15 tahun ke atas yang bekerja mencapai 49,15 persen.

Ekonomi Digital di ASEAN Meningkat, HSBC Luncurkan Growth Fund Rp15,8 Triliun

Sementara 61,80 persen dari mereka bekerja di sektor pekerjaan informal. Sektor pekerjaan informal adalah mereka yang berusaha pada milik pribadi atau keluarga, usahanya berskala kecil, sering dibantu oleh buruk tidak tetap atau pekerja yang memiliki hubungan keluarga, serta tidak diatur melalui mekanisme pasar yang kompetitif layaknya sebuah perusahaan.

Sektor informal diyakini sebagai bagian penting dari ekonomi dan pasar tenaga kerja di banyak negara, termasuk Indonesia. Berikut Kartini masa kini yang juga berperan sebagai salah satu penggerak perekonomian keluarga :

Catat Rekor Baru, Rukun Raharja Cetak Laba Bersih 2023 US$27,1 Juta

Arni Susanti

Arni Susanti merupakan seorang wanita berusia 33 tahun yang kini mengelola bisnis keluarga. Arni menjadi salah satu penggerak ekonomi di Kota Padang, Sumatera Barat. Arni mendirikan Bengke Paruik, bisnis yang bergerak di industri makanan ringan, sejak tahun 2015.

Arni dibantu oleh tiga orang karyawan untuk memproduksi sendiri cemilan yang dijual seperti marning jagung, serundeng talas, dan serundeng ubi secara offline maupun online serta melayani reseller dan pencari konsumen.

Arni terus mengelola bisnis keluarganya ini selama enam tahun. Tentunya ia memiliki banyak tantangan selama menjalankan bisnis itu mulai dari keterbatasan modal, kesulitan mengatur keuangan hingga menurunnya permintaan produk.

Di masa wabah virus corona ini Arni kembali menghadapi tantangan. Kapasitas produksi terpaksa diturunkan karena Arni meminta karyawannya untuk tetap di rumah dan hanya memproduksi makanan ringan yang bisa dibuat sendiri. Selain itu, pemesanan dari luar kota juga menurun sehingga penjualan di dalam kota sangat dimaksimalkan.

“Jika biasanya kami bisa memproduksi 50 kilogram berbagai makanan ringan dalam seminggu, kini hanya bisa memproduksi sesuai pesanan yang diterima saja. Hal ini pun berdampak terhadap penjualan kami yang menurun sebesar 40 persen dalam satu bulan terakhir,” ungkap Arni.

Untungnya Arni memiliki kemampuan dalam bidang digital marketing. Meski tokonya tutup untuk sementara, Arni tetap memasarkan produk yang tersedia secara online. Ia mempromosikan produknya lewat media sosial kepada teman dan masyarakat di sekitarnya agar mereka tahu bahwa Bengke Paruik tetap beroperasi di masa ketidakpastian ini.

“Di masa ketidakpastian seperti ini, diperlukan usaha lebih untuk memasarkan produk kita agar UKM yang kita kelola mampu bertahan. Pemasaran online dengan memanfaatkan berbagai fitur dan aplikasi menjadi salah satu solusi yang bisa diandalkan para pelaku bisnis untuk survive periode ini,” ujar Arni.

Peringatan Hari Kartini tahun ini dirayakan dengan sedikit berbeda karena sedang diberlakukannya kebijakan social distancing. Kebijakan pemerintah untuk meminta masyarakat berkegiatan di rumah seperti bekerja, belajar, dan beribadah menjadi tantangan baru bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun hal tersebut tak menyurutkan niat Ristin Jatnika, pemilik usaha minyak aromaterapi, Mere Naturals, yang berpusat di Bandung, untuk tetap mengajak karyawannya untuk belajar bersama mengelola bisnis selama masa bekerja dari rumah.

Ristin

Ristin merupakan pencipta produk Mere Naturals, produk itu tercipta berawal dari kekhawatiran dan kebutuhannya akan produk natural karena kondisi kulit anaknya yang sensitif serta desakan ekonomi keluarga.

Awalnya Ristin belajar untuk menciptakan minyak aromaterapi untuk buah hatinya. Minyak yang awalnya hanya digunakan secara pribadi untuk sang anak akhirnya Ristin memutuskan untuk memasarkan produknya dengan nama Mere Naturals.

Pada masa physical distancing seperti saat ini, Ristin berbagi pengalamannya dalam memberdayakan karyawan selama bekerja dari rumah.

“Pada masa social distancing, saya memilih untuk menghentikan kegiatan produksi sementara waktu agar karyawan tidak perlu datang ke kantor. Namun, beberapa kegiatan bisnis tetap berjalan, seperti pengemasan produk dimana karyawan yang bertugas mengerjakan ini bisa bekerja bergantian setiap harinya. Selain itu, karena Mere Naturals juga dipasarkan secara online, karyawan yang bertanggung jawab untuk melakukan kegiatan sales and marketing tetap dapat bekerja dari rumah masing-masing,” ujar Ristin.

Ristin Jatnika

Hal ini dimanfaatkan Ristin agar karyawannya dapat belajar tentang pengelolaan bisnis seperti cara memasarkan produk secara online, mengenal target konsumen, dan pentingnya memberikan layanan terbaik kepada konsumen.

Belajar mengelola bisnis bagi Ristin adalah hal yang penting, tidak hanya bagi pemilik bisnis, tapi juga bagi semua karyawan yang terlibat dalam jalannya bisnis tersebut.

Ristin mengakui jika karyawan Mere Naturals kebanyakan adalah perempuan-perempuan yang putus sekolah karena berbagai alasan. Hal ini mendorong Ristin untuk memotivasi mereka agar tetap belajar secara informal.

Tidak hanya untuk melancarkan jalannya bisnis Mere Naturals, tetapi juga untuk mengembangkan diri, kemampuan, dan keterampilan karyawannya. Apalagi, di era teknologi saat ini, belajar bukanlah lagi hal yang sulit karena banyak sumber yang bisa didapatkan hanya dengan bermodal akses internet.

Monika Diah Pramodho Wardhani

Monika Diah Pramodho Wardhani atau biasa disapa Monik, pemilik Karin Kukis. Wanita berusia 48 tahun ini memutuskan untuk terjun sebagai pengusaha kue setelah menghabiskan 11 tahun bekerja di dunia perbankan.

Bukan tanpa alasan Monik memilih untuk memulai untuk berbisnis. Ia ingin mengurus keluarga namun tetap berkarya, akhirnya industri makanan, yaitu kue yang dipilihnya sebagai bisnis.

Karin Kukis mulai dipasarkan pada Desember 2004 dengan menyediakan kue kering saat hari raya. Namun, tingginya minat konsumen membuat Monik terus mengembangkan bisnisnya. Ia pun mengikuti kursus di Bogasari Baking Course. Bermodalkan talenta yang telah diasah, Karin Kukis mulai memproduksi dan memasarkan aneka kue seperti kue kering, kue basah, hingga kue ulang tahun.

Sejak mulai mengembangkan bisnisnya dan memproduksi banyak macam kue pelanggan Monik pun semakin banyak dan omzetnya pun terus meningkat.

Monik juga tidak ingin produknya seperti kue biasa akhirnya untuk tampil beda dan memiliki keunikan produk, sejak September 2018 Karin Kukis mulai menjual kreasi kukis karakter yang dikemas dalam toples, plastik, hingga custom cookies bouquet.

Satu hal yang menjadi keunikan Karin Kukis adalah kepuasan konsumen dalam menuangkan ide mereka dalam cookies bouquet yang dipesan. Kini sudah 15 tahun ia menggeluti bisnis kue ini, berbagai tantangan telah dilalui Monik.

Mulai dari pola belanja konsumen yang menginginkan kemudahan, ketepatan, dan kecepatan dalam mendapatkan sebuah produk. Untuk itu Monik mengenal fitur Google Bisnisku dan mulai menggunakannya untuk mempromosikan Karin Kukis.  

Kini, tantangan kembali menghampiri, selama satu bulan terakhir, produksi Karin Kukis menurun hingga 50 persen, sementara penjualannya menurun sebesar 60 persen. Namun, hal ini tidak menyurutkan semangat Monik untuk menyediakan kreasi kukis karakter kepada konsumennya dengan dibantu oleh tiga karyawan di bagian produksi dan administrasi.

“Meski saat ini permintaan kukis karakter menurun, saya tetap optimis bisa memasarkan kue yang saya buat. Terlebih saat ini menjelang bulan Ramadan, biasanya permintaan kue meningkat dan saya akan memanfaatkan momen ini untuk menaikkan penjualan Karin Kukis meski masih berada di masa bekerja dari rumah. Saya yakin rekan-rekan pemilik UKM lainnya juga bisa melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan, dengan tidak berhenti berusaha dalam mencari strategi yang tepat dalam menggaet konsumen,” ujar Monik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya