Tagihan Listrik Membengkak, PLN Depok Akui Puncak Aduan 8-9 Juni 2020

Manajer PLN UP3 Depok Kota, Putu Eka Astawa (kiri).
Sumber :
  • VIVA/Zahrul

VIVA – PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Depok Kota mencatat, ada sebanyak lebih dari 2.000 pelanggan yang telah mengajukan komplain terkait lonjakan tagihan listrik pada periode Juni 2020. Terkait hal itu, PLN pun telah membuka 17 posko aduan.

COVID-19 di Jakarta Naik Lagi, Total Ada 365 Kasus

Manajer PLN UP3 Depok Kota, Putu Eka Astawa menjelaskan, komplain atau aduan tersebut terjadi sejak 5 Juni 2020 sampai dengan saat ini.

“Saya bicara UP3 Depok kota ya. Artinya tidak hanya khusus di sini, tapi kalau diketahui di sini saja rata-rata setiap hari kita kedatangan antara 400-500 orang per hari,” katanya saat ditemui di kantor PLN Kecamatan Sukmajaya, Depok pada Kamis, 11 Juni 2020.

Kasus COVID-19 di DKI Jakarta Naik Sejak November 2023

Ia mengaku, puncak aduan terjadi pada Senin 8 Juni 2020 dan Selasa 9 Juni 2020. “Nah kemarin agak turun sedikit hanya sekitar 300-an orang yang komplain, dan hari ini mungkin bisa antara 300 orang juga.”

Maka demikian, kata Eka, jika dihitung secara keseluruhan sampai dengan saat ini ada lebih dari 2.000 pelanggan yang telah mengajukan keluhan.

Pakar Imbau, Waspadai Pandemi Disease X, Mematikan Dibanding COVID-19

“Angka itu sudah digabung khusus PLN Depok kota ya. Kan di sini (Depok) ada 4 unit PLN lain. Dari 2.000 pelanggan tersebut, sekira 70 persen memilih datang langsung ke posko aduan,” ujarnya.

Eka mengaku, keluhan yang disampaikan berfariasi tapi umumnya merasa keberatan dengan tingginya tagihan pada periode bulan Juni.

“Bervariasi ada yang kenaikannya sampai 20 persen, 50 persen dan dominan memang di sana kenaikan 20 hingga 50 persen,” ucapnya.

Lebih lanjut dirinya menegaskan, pihaknya tidak hanya menerima layanan secara langsung namun juga bisa melalui online atau sambungan telepon. “Masing-masing petugas kami itu menangani terkait dengan datang langsung ada juga yang melakukan telepon. Intinya upaya preventif dan memberikan penjelasan melalui telepon,” tuturnya.

“Jadi kita berbagi tugas supaya pelanggan yang datang itu juga tidak harus datang karena kondisi COVID-19. kan juga kita mengantisipasi jangan sampai ada kerumunan,” lanjutnya.

Eka mengaku keluhan yang dilontarkan pelanggan pun bervariasi, ia juga tak menampik ada yang mengaku rumahnya kosong namun tagihan dirasa membengkak. “Ini harus kita cek satu-satu semua kondisi pelanggan itu beda-beda. Banyak sekali situasinya, pelanggan datang dengan cerita yang bervariasi.”

Pada prinsipnya, kata Eka, tagihan bulan Mei dan bulan April itu adalah rata-rata tagihan 3 bulan sebelumnya. “Tagihan 3 bulan sebelumnya artinya kan memang pemakaian ril di Januari, Februari, Maret dan tercatat. Tapi kondisi di sana kan kita tidak tahu setiap pelanggan. Kalau misalnya pemakaian kecil apakah karena kosong.”

Kemudian bulan periode Mei ini mungkin ditinggalin atau mungkin rumahnya kosong. “Nah yang diambil acuannya kan pencatatan 3 bulan sebelumnya. Bisa jadi. Kita harus cari tahu,” ucapnya.

Eka menegaskan, pada prinsipnya PLN transparan dan membuka penjelasan yang seluas-luasnya kepada pelanggan. Adapun caranya adalah, pertama memberikan data angka catatan meter yang dilakukan petugas pada akhir Mei.

“Kita sampaikan bahwa ini adalah angka meter yang menjadi acuan sampai bulan Juni. Kemudian pelanggan juga memperlihatkan contoh atau struk tagihan mereka di akhir atau di bulan Mei. Itu yang menjadi acuan,” paparnya.

Bisa jadi, kata Eka, dengan dua data ini PLN menghitung berapa pemakaian bulan Mei. “Pasti pelanggan bingung kenapa bulan Mei pemakaiannya meningkat signifikan, karena pemakaian di bulan Mei dan April itu adalah rata-rata pemakaian sebelumnya tidak mencerminkan ril pemakaian di bulan tersebut, akhirnya terakumulasi,” terangnya.

Eka mengklaim, dari 2.000 pelanggan yang telah mengajukan komplain, sekira 70 hingga 80 persen di antaranya telah memahami persoalan dan bersedia melunasi tagihan. “Dari 2.000 aduan, 70-80 persen itu semuanya clear, mereka memahami dan akhirnya membayar, kalau dihitung sudah sekitar 1.400-1.600 orang.”

Pria asal Denpasar, Bali ini juga mengatakan, sisanya sekira 20 persen dari jumlah total pelanggan yang telah paham, bukan berarti mereka tidak sanggup atau tidak bersedia melunasi.

“Banyak kasus yang kami terima pelanggan mendaftar kemudian pulang untuk datang kembali tetapi sudah kami rekam dan akhirnya nanti bisa datang keesokan harinya, atau kami harus call back dan itu juga yang sementara berjalan saat ini,” ujarnya.

“Jadi target kami saat ini adalah 100 persen, tapi untuk saat ini antara 80 persen yang sudah tuntas dan 20 persen lagi masih belum tuntas,” tambahnya.

Eka menyebut, tidak semua pelanggan mau menyicil tagihan. “Sebagian besar mau membayar cash karena banyak pelanggan kita ternyatasenang dan setelah di beri penjelasan ya sudah kalau pemakaiannya seperti itu ya sudah dibayar full.”

Terkait hal itu, lanjut Eka, pihaknya juga mendorong pemahaman pada pelanggan agar tidak menjadi beban di periode berikutnya. “Karena kalau ada beban di periode berikutnya rata-rata pelanggan juga keberatan, karena dia sudah punya perencanaan terkait keuangannya ya kan,” kata dia.

Baca juga: Fadli Zon Bakal Tunjukkan Bukti Tagihan Listrik ke Jubir Presiden

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya