Realisasi Investasi Singapura ke RI Tertinggi Saat Resesi, Kok Bisa?

Merlion Park, Singapura.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, berkeinginan untuk mengkaji ulang kesertaan Indonesia dalam integritas ekonomi di ASEAN atau yang dikenal dengan istilah Masyarakat Ekonomia ASEAN (MEA).

Gibran Bereskan Pekerjaan Wali Kota usai Putusan MK, Siapkan Investasi Kecerdasan Buatan

Hal tersebut dia utarakan setelah menginformasikan bahwa realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dari Singapura ke Indonesia masih menduduki urutan pertama pada kuartal II-2020, meskipun negara itu mengalami resesi.

Bahlil mengatakan, akibat dijadikannya Singapura sebagai hub untuk berinvestasi dari beberapa negara ke Indonesia, catatan PMA mereka ke Indonesia mencapai US$2 miliar, meski ekonominya terkontraksi hingga -41 persen pada kuartal II-2020.

Bos Indodax Ungkap Langkah Krusial agar Cuan Kelola Aset Kripto

"Nah, ini kadang-kadang kita harus mulai berpikir apakah MEA menguntungkan Indonesia atau tidak. Ini sekedar wacana saja, jangan dibilang ini kepala BKPM mulai buat wacana enggak masuk akal," kata dia saat konferensi pers, Rabu, 22 Juli 2020.

Baca juga: Realisasi Investasi Semester I-2020 Naik, BKPM Klaim Bukan Data Sulap

Arab Saudi Dirikan Maskapai Baru, Rute Riyadh-Afrika Akan Terealisasi

Dia menganggap, usulan tersebut harus dipikirkan setiap orang. Sebab, negara-negara besar yang dulunya gencar mengampanyekan globalisasi, saat ini mulai meninggalkan konsep tersebut karena dianggap merugikan ekonominya.

"Karena mbahnya globalisasi, Amerika dan Eropa yang dilokomotif Inggris, sekarang Inggris keluar dari Uni Eropa, dia Brexit setelah mengkaji bahwa kesepakatan dia untuk bergabung (dengan) Eropa dalam satu sistem itu tidak menguntungkan," tutur dia.

Karenanya, Bahlil merasa perlu untuk mengalkulasi ulang keuntungan yang Indonesia peroleh dari keikutsertaan dalam MEA. Jika tidak menguntungkan atau arus investasi yang semestinya bisa langsung masuk ternyata harus melalui negara lain dahulu, perlu dikaji kembali.

"Ya, mungkin kita juga memikirkan lah kalau memang peluang Indonesia tidak menguntungkan perlu juga kita berpikir dan berdoa kembali," tutur Bahlil. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya