Pro Kontra Dipilihnya Jonan-Arcandra Nahkodai ESDM

Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wamen ESDM Arcandra Tahar usai dilantik di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 14 Oktober 2016.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Rahmat

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo secara resmi melantik dua bekas menteri Kabinet Kerja, yaitu Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Wakil Menteri ESDM di Istana Negara, Jumat 14 Oktober 2016.

Reaktivasi Pabrik PIM-1 Bakal Tingkatkan Produksi Pupuk Indonesia

Keputusan yang diambil Jokowi tersebut menuai respons, baik positif atau negatif dari berbagai pikak. 

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, saat berbincang dengan VIVA.co.id memandang, kombinasi antara Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar dalam memimpin ESDM, diyakini bisa menyelesaikan seluruh masalah-masalah yang berada di ruang lingkup kementerian tersebut.

Harga Komoditas Dunia Meroket, Kargo Batu Bara Terdongkrak Naik

"Ini kombinasi yang kuat, karena ada leadership yang ditonjolkan, tanpa menghilangkan faktor substansi yang juga kuat. Memang, orang-orang seperti ni harus ditempatkan di tempat yang gila (ESDM)," jelas Agus, Jumat.

Menurut Agus, gaya kepemimpinan Jonan yang tegas dan tak pandang bulu, ditambah dengan Arcandra yang memiliki segudang pengalaman sektor minyak dan gas, merupakan kombinasi sempurna untuk memimpin ESDM di sisa kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Konflik Rusia ke Ukraina Dongkrak Harga Minyak RI

"Jadi, memang ada keterikatan di sini. Memang, dibutuhkan gaya kepemimpinan seperti pak Jonan, yang memang agak-agak gila," ungkapnya.

Pendapat berbeda disampaikan Direktur Eksekutif INDEF Enny Sri Hartati, saat berbincang dengan VIVA.co.id siang ini. Menurutnya, keputusan tersebut akan mengundang tanda tanya publik, indikator apa saja yang dipergunakan Presiden dalam memantapkan hatinya untuk memiih sebuah pemimpin di suatu kementerian.

Sebab, ada stigma di kalangan publik yang menyatakan bahwa pencopotan menteri kabinet kerja, memang murni, karena pencapaian kinerja. Dalam hal ini, yaitu Jonan yang di era awal pemerintahan telah menjabat sebagai Menhub.

"Ketika reshuffle, ada logika publik bahwa keputusan tersebut murni, karena menteri itu tidak berhasil. Kalau tidak berhasil, diganti, terus kok balik lagi? Kriterianya apa?" tegasnya. 

Menurut Enny, meskipun keputusan tersebut memang murni hak prerogratif dari Kepala Negara, namun seharusnya ada variabel-variabel yang dijadikan acuan Presiden. Apalagi, sama sekali tidak ada jaminan mantan Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia itu menggapai kesuksesan di ESDM.

"Justifikasinya apa? Pak Jonan itu memang menonjol waktu di KAI dari sisi manajerial. Tetapi, kenapa dia tidak berhasil di perhubungan? Lalu, dalam menilai keputusan reshuffle kemarin itu standarnya apa?" ungkap Enny.

Imbasnya, kata Enny, tentu nanti terhadap kredibilitas Kepala Negara, yang memiliki kendali penuh atas terpilihnya suatu menteri. Terlepas dari hal tersebut, dia berharap, kombinasi antara Ignasius Jonan dan Archandra Tahar mampu memberikan pengaruh positif bagi Kementerian ESDM ke depan.

"Konsekuensinya akan tetap ada di beliau (Jokowi). Jangan sampai memilih pembantu, tapi justru tidak menyelesaikan masalah. Ini hanya soal konsistensi indikator penilaian kinerja seseorang," katanya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya