- REUTERS/Brendan McDermid
VIVA.co.id – Donald Trump menjadi presiden terpilih Amerika Serikat ke-45, usai memenangi pertarungan dengan kandidat presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton dalam Pemilihan Presiden AS, Rabu 9 Oktober 2016 waktu Indonesia.
Tak sedikit kalangan yang memandang arah kebijakan ekonomi AS ke depan akan berubah drastis dalam dinasti Trump. Ini pun tentu berimplikasi terhadap perekonomian sejumlah negara-negara maju, maupun berkembang, termasuk Indonesia.
Analis Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menilai, dampak positif maupun negatif dari terpilihnya Trump memang belum akan terlihat. Namun, Lana meyakini akan ada arah kebijakan yang mampu memberikan angin segar bagi ekonomi nasional.
"Setiap pilpres AS dari Partai Republik biasanya mereka melakukan invasi ke negara lain. Ini selalu membuat harga minyak dunia naik," ujar Lana saat ditemui di Kompleks Bank Indonesia Jakarta, Rabu 9 November 2016.
Dengan harga minyak yang meningkat, tentu akan berdampak positif terhadap harga komoditas yang membaik. Meski begitu, pemerintah pun harus mencermati berbagai implikasi dari kenaikan harga minyak.
Menurut Lana, ketika harga minyak mentah dunia naik, harga bahan bakar minyak akan ikut menanjak. Di sisi lain, saat harga komoditas meningkat, beberapa komoditas pangan pun akan mengikuti lonjakan yang terjadi.
"Kalau itu naik, inflasi akan ada serangan ganda, baik dari makanan maupun bahan bakar," ujar Lana.
Oleh karena itu, Lana mengingatkan, pemerintah perlu berhati-hati dalam melihat perkembangan indeks harga konsumen tahun depan. Jika tidak diantisipasi, target inflasi tahun depan diperkirakan melebar.
"Kalau harga minyak mentah ke arah US$65 per barel, inflasi bisa ke arah 6,5 persen. Ini perlu kehati-hatian," katanya.
