Pemilik Dana Tax Amnesty Bidik Investasi dengan Dolar

Penerimaan Tax Amnesty melambat
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id –  Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Dagang dan Industri Indonesia, Handito Joewono, menilai wajib pajak perlu ditarik dengan proyek investasi yang menghasilkan nilai mata uang dolar.

Alasan WNI Pemilik Dana Rp18,9 Triliun Transfer ke Singapura

"Kalau saya lihat sebagai pengamat ekonomi, bisnis-bisnis yang punya orientasi menghasilkan dolar, mata uang asing lah yang diharapkan oleh pemilik modal," kata Handito yang juga Chief Strategy Consultant ARRBEY kepada VIVA.co.id pada Selasa, 22 November 2016.

Pernyataan itu disampaikan Handito karena dana repatriasi amnesti pajak yang tercatat mencapai Rp41,18 triliun hingga saat ini masih mengendap di bank gateway karena belum dialirkan ke instrumen investasi lainnya seperti sektor riil.  Para pemilik dana tersebut belum memutuskan untuk menempatkan dananya di instrumen investasi lainnya.

Penyebab Dana Repatriasi Seret Mengalir ke Sektor Properti

Menurutnya, proyek bisnis yang menghasilkan dolar saat ini lebih menggiurkan dan baik untuk pelaku usaha (pemilik dana) maupun pemerintah. Dengan kata lain, bisnis yang berorientasi pada kegiatan ekspor.

Handito mengatakan bagi pemilik modal investasi di bisnis yang menghasilkan banyak dolar akan lebih aman di tengah fluktuatifnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. "Dia itu duitnya dari luar negeri. Kalau dia dapatnya dolar lagi akan lebih dinilai baik olehnya," ujarnya.

Mengukur Keberhasilan Kebijakan Tax Amnesty

Kemudian, komoditas ekspor yang potensial menurutnya adalah komoditas di sektor maritim, yang mana sektor maritim saat ini sedang menjadi perhatian pemerintah. Komoditasnya, seperti ikan segar atau ikan olahan, dan buah.

"Sekarang yang menjanjikan sektor maritim dan buah. Baiknya ini diberikan sebagai agenda pertama, baik oleh pelaku usaha maupun pemerintah," tuturnya.

Sebagai informasi, potensi total nilai ekonomi pada 11 subsektor maritim Indonesia diperkirakan sebesar US$1,3 triliun per tahun atau sekitar 1,4 kali PDB dan tujuh kali APBN 2016.

Sebanyak 11 subsektor itu adalah perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri pengolahan hasil perikanan, dan seafood, industri bioteknologi kelautan serta energi dan sumber daya mineral.

Kemudian sektor pariwisata bahari, perhubungan laut, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, kehutanan pesisir (coastal fores try), industri dan jasa maritim, serta sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan non konvensional.

Salah satu subsektor ekonomi maritim Indonesia yang sangat potensial menguntungkan adalah sektor perikanan budidaya (aquaculture atau akuakultur). Hal itu, karena Indonesia sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, yaitu sepanjang 95.181 km.

Kemudian, Indonesia memiliki sekitar 24 juta hektare wilayah perairan laut dangkal yang sesuai untuk usaha budidaya laut, dengan potensi produksi lestari sekitar 60 juta ton per tahun (terbesar di dunia) dan nilai ekonomi langsung (on-farm) sekitar US$120 miliar per tahun.

Sementara untuk komoditas buah, ditunjang dengan peringkat perdagangan buah Indonesia di dunia yang berada di posisi 20 besar sebagai negara yang mendominasi perdagangan buah dunia.

Presiden pun meminta BUMN perkebunan dan pertanian menyiapkan 10 hektare-50 ribu hektare khusus untuk menanam tanaman buah, dan mencanangkan adanya program gemar makan buah nusantara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya