Syarat Penting agar Proyek Listrik Diminati Perbankan

Petugas PT PLN (Persero) melakukan pemeriksaan rutin di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Taman Jeranjang. Lombok, NTB.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id – Dalam membangun sebuah proyek pembangkit listrik, ada salah satu syarat penting yang harus diterapkan para pelaksana, agar proyek tersebut dapat disetujui pendanaannya oleh perbankan. Syarat tersebut yaitu isu energi bersih yang matang dan bertanggung jawab.

Pembiayaan BRI Pada Sektor Renewable Energy Tumbuh 19.1 Persen

Eksekutif Bank OCBC, Dominic Lim, mengatakan, syarat itu penting, mengingat sejumlah proyek listrik di Indonesia menggunakan batu bara yang notabene kurang bersahabat dengan lingkungan. Seperti halnya rencana PT Perusahaan Listrik Negara yang akan menggunakan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa I. 

"Isu energi bersih sangat berkaitan dengan bankability suatu proyek. Jika mengabaikan hal ini dan tetap menggunakan batu bara bukan LNG dan gas seperti yang direncanakan sekarang, niscaya proyek PLTGU Jawa I akan terkatung-katung dan rugikan negara," ungkap Dominic dalam keterangan resminya, Jumat 13 Januari 2017. 

Startup Lokal Diajak untuk Bangun Ekosistem Energi Bersih

Menurut dia, pada proyek PLTGU Jawa I, ditengarai ada tender tanpa adanya jaminan pasokan gas. Padahal, pasokan gas merupakan hal yang sangat fundamental. "Hal ini mungkin yang menyebabkan power purchase agreement (PPA) belum bisa ditandatangani," ujar Dominic.

Ia menjelaskan, isu bankability itu tidak sederhana, rumit, dan merupakan fenomena gunung es. Dari sekian persoalan bankability yang ada, paling berat memang jaminan atau kepastian suplai LNG untuk pembangkit. 

RI Gandeng Jepang Kejar Target Transisi Energi Nasional

Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Indonesia, Berly Martawardaya menduga PLN memiliki alasan mengapa melakukan tender tanpa adanya jaminan pasokan gas. Ia juga berharap jika pemenang tender sudah ada, PLN harus menjamin pasokan LNG agar proyek tetap berjalan. 

"Jika kemudian proyek tertunda, dalam hal ini PPA belum bisa ditandatangani, harus dilihat bersama masalahnya lalu diklarifikasi ke publik," tuturnya.

Dalam kasus PLTGU Jawa I, pemenang tender adalah konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz. Harusnya PPA sudah dilakukan, namun karena ada masalah tender tanpa jaminan pasokan gas tadi, membuat proyek bernilai investasi sekitar US$2 miliar atau setara Rp26 triliun itu tersendat.

Dominic menambahkan, di era ketika pemerintah Indonesia sedang mengupayakan penggunaan energi bersih, sangat disayangkan PLN masih memiliki pola pikir batu bara dan minyak. Kedua komoditas tersebut memang selalu tersedia di pasar. Namun, jika masih tetap menggunakan batu bara atau minyak, konsepsi energi bersih tidak akan pernah tercapai.

Indonesia, ucap Domonic, harusnya sudah berpikir untuk berpindah dari konsep batu bara ke gas. Gas tentu saja merupakan energi yang lebih bersih. Jika tidak dilakukan, kegagalan-kegagalan proyek serupa akan terus terjadi dan ini berbahaya bagi masa depan kelistrikan nasional.

"Ketidakpastian pasokan di proyek PLTGU Jawa I merupakan bentuk mismanagement proses tender sehingga proyek jadi tidak bankable atau tidak akan memungkinkan untuk dibiayai oleh bank," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya