Ekspor Mineral Dilonggarkan, Ini Dampaknya

Ilustrasi tambang rakyat.
Sumber :
  • Capture tvOne

VIVA.co.id – Kebijakan pemerintah yang memberikan kembali pelonggaran, atau relaksasi ekspor mineral mentah menuai kecaman dari berbagai kalangan.

Garap Areal Kuburan, Sejumlah Alat Tambang Emas Ilegal Dibakar Massa

Aturan yang dirangkum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 beserta turunannya tersebut, dinilai bisa memberikan dampak lain seperti kerusakan alam. 

Direktur Swandiri Institute Kalimantan Barat, Hermawansyah mengungkapkan, kebijakan relaksasi ekpsor mineral akan meningkatkan laju eksploitasi sumber daya alam, di tengah rendahnya daya dukung lingkungan dan kerawanan konflik sosial dari kegiatan pertambangan yang banyak terjadi di daerah.

Kebijakan Negara Tak Tegas Tindak Tambang Ilegal Disorot

Menurut dia, berdasarkan Laporan dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI) 2016 menyebutkan bahwa kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah telah menurunkan praktik pertambangan ilegal. 

"Sehingga, dengan dibukanya keran ekspor mineral mentah, maka dapat dipastikan memicu keberadaan pertambangan ilegal," kata Hermawansyah di Jakarta, Rabu 18 Januari 2017. 

Tewaskan 23 Orang di Venezuela, Tambang Emas yang Hancur Ternyata Tambang Illegal

Dalam laporan tersebut, lanjut dia, yang dimaksud dengan pertambangan ilegal bukan terbatas pada aktivitas yang tidak berizin, melainkan dapat berbentuk perusahaan berizin, tetapi berproduksi di atas kuota atau menambang di luar areal yang diizinkan, atau menjalankan praktik pertambangan yang tidak baik.

Sejalan dengan laporan LPEM UI itu, pihaknya bersama dengan jaringan Eyes of the Forest (EoF) Kalimantan Barat menemukan bahwa 95 persen Izin Usaha Pertambangan (IUP) berstatus Clean and Clear (CnC) yang tumpang tindih dengan kawasan hutan tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). 

"Kami tidak bisa membayangkan kerusakan, seperti apalagi yang akan menghancurkan bumi Kalimantan Barat,” ujarnya.

Hermawansyah menjelaskan, kebijakan pelarangan ekspor mineral mentah dan konsentrat merupakan bagian dari upaya pengendalian penerbitan IUP, sekaligus sejalan dengan upaya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Kementerian ESDM dan instansi lainnya untuk melakukan penataan IUP.

Adapun sampai dengan 20 Desember 2016 lalu, ungkapnya, masih terdapat sekitar 3.386 IUP berstatus Non-CnC, di mana sekitar 2.000-an, di antaranya adalah IUP Mineral. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya