Subsidi Listrik Dicabut, Daya Saing UMKM Bisa Turun

Ilustrasi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah

VIVA.co.id – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kenaikan secara bertahap dua bulan sekali hingga Mei 2017 untuk tarif tenaga listrik 900 Volt Ampere menjadi sinyal baik kepada investor dan pelaku usaha. Langkah itu dinilai sebagai upaya pemerintah perbaiki skema alokasi anggaran. 

Ekonomi UMKM Pasca Pandemi Covid-19

Peneliti Indef, Abra Puspa Ghani, mengatakan, kenaikan tarif listrik tersebut dilakukan pemerintah agar bisa mengarahkan anggaran negara untuk hal yang lebih produktif. 

"Pemerintah sedang berkomitmen merealokasi anggaran yang dianggap tidak tepat sasaran. Seperti subsidi yang tidak tepat sasaran untuk dialihkan ke belanja negara lain yang lebih produktif," ujar Abra kepada VIVA.co.id pada Rabu, 1 Maret 2017.

Agustus 2022 Indonesia Deflasi, Tapi Ada Komoditas Penyumbang Inflasi

Seperti diketahui, pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 28 Tahun 2016 mengesahkan pencabutan subsidi listrik bagi pelanggan berdaya 900 VA, secara bertahap. 

Pada 1 Januari 2017, tarif listrik 900 VA menjadi Rp774/kWh. Kemudian, per 1 Maret 2017 menjadi Rp1.023/kWh, dan per 1 Mei 2017 menjadi Rp1.352/kWh. Pada bulan-bulan berikutnya tarif listrik akan disesuaikan berdasarkan harga keekonomian (harga pasar) atau dalam artian pencabutan total subsidi. 

Memotret Lonjakan Harga di Hari Raya Idul Fitri

"Pada dasarnya, masyarakat dibiasakan menerima harga keekonomian. Bahasa pemerintah harga tidak naik, tapi subsidi dicabut," ujarnya. 

Kendati bertujuan memperbaiki alokasi anggaran, dia mengungkapkan bahwa pencabutan subsidi ini tidak serta merta mudah diterima dan langsung berdampak positif. Lantaran, pengguna tarif listrik 900 VA ini sebagian terdapat pula produsen usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), tidak hanya rumah tangga biasa. 

Efek dominonya, ia menjelaskan, kenaikan tarif listrik ini, biaya produksi dapat terkerek naik. Harga produk meningkat, sehingga daya saing menurun. Permintaan bisa juga dapat menyusut, karena kenaikan harga produk dan beban anggaran konsumen meningkat. 

"Daya saing menyusut, nanti dapat memicu masuknya barang dari luar. Dan pada akhirnya juga dapat pengaruhi inflasi, meningkat signifikan dibanding dua tahun lalu," tuturnya. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya