Kebutuhan Bahan Baku Kimia Masih Harus Impor

Kilang minyak RU IV Lomanis di Cilacap
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

VIVA.co.id – Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia, atau Inaplas menilai, integrasi yang baik antara pembangunan fasilitas kilang minyak dengan pengolahan petrokimia sangat diperlukan untuk perlahan menghentikan keran impor bahan baku kimia di dalam negeri.

Rentetan Insiden Kilang Minyak Meledak, Dirut Pertamina Beberkan 4 Penyebabnya

Wakil Ketua Asosiasi Inaplas, Suhat Miharso mengatakan, selama ini kebutuhan industri petrokimia di Tanah Air masih harus dipenuhi dari berbagai negara importir.

Ia mencatat, produk petrokimia dalam negeri, misalnya saja etilen, saat ini kebutuhannya sekitar 1,6 juta ton per tahun. Namun, hanya bisa dipenuhi kira-kira 860 ribu ton per tahun. Itu pun hanya dipasok oleh satu perusahaan, yakni PT Chandra Asri Petrochemical.

Pipa Depo BBM Meledak, Rofik Sampaikan Belasungkawa dan Desak Benahi SOP Pengamanan

"Jadi, sekitar 800-an ton lagi kita impor dari Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Malaysia," sebutnya dalam Indonesia Refining and Petrochemical Forum, di Intercontinental Midplaza, Jakarta pada Selasa 7 Maret 2017.

Saat ini, terdapat kesenjangan sangat jauh antara produksi dan permintaan. Sehingga, membuat fasilitas pengolahan minyak menjadi produk petrokimia dinilai sangat mendesak untuk segera dipenuhi di Indonesia.

Depo Plumpang Kebakaran, Pertamina Pastikan Pasokan BBM Tetap Aman

"Dengan adanya integrasi pembangunan kilang minyak yang saat ini dilakukan oleh pemerintah melalui Pertamina, membuat industri tidak perlu lagi mengimpor bahan baku (kimia) yang mereka butuhkan," ucapnya.

Pembangunan kilang di Tuban dan Bontang yang terintegrasi dengan industri petrokimia, serta ekspansi dari PT Chandra Asri Petrochemical diharapkan bisa memberikan tambahan produksi tiga juta ton di 2025.

"Dengan Tuban dibangun, dan Bontang dibangun, kemudian Candra Asri dibangun, kira-kira bisa lebih dari tiga juta ton, bisa memenuhi kebutuhan 2025. Di 2021, kira-kira dua jutaan ton, sekarang baru 860 ribu ton. Nanti, Chandra Asri akan selesai 2022 sudah bisa (produksi) 1,9 juta ton," ujarnya.

Kebutuhan akan produk hasil industri petrokimia akan terus meningkat seiring dengan kebutuhan bahan baku untuk industri plastik, tekstil dan sebagainya. Karenanya, Indonesia memang dinilai harus bergerak cepat dalam pemenuhan petrokimia.

"Yang sudah in line Chandra Asri satu juta ton, Lotte (PT Lotte Chemical Titan) satu juta ton, Pertamina di Tuban satu juta ton. Ada tambahan tiga juta lagi sampai 2025. Tetapi, kalau tiga juta yah mungkin sampai 2-3 tahun masih oke. Tetapi, setelah 2050 sudah minus lagi," ucapnya.

Sebagai informasi, di kawasan Asean menurut data Kementerian Perindustrian, produksi petrokimia Indonesia masih jauh dibandingkan dengan Singapura, kemudian Thailand yang bahkan menghasilkan lima juta ton per tahun. Selain itu, kompetitor juga datang dari Malaysia dan Filipina yang saat ini juga tengah gencar mengembangkan kilang. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya