BI Heran Indonesia Masuk Daftar Penyumbang Defisit Amerika

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • VivaNews/ Nur Farida

VIVA.co.id – Bank Indonesia mengingatkan pemerintah, agar tidak memandang remeh dikeluarkannya perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang bertujuan mencari akar masalah penyebab terjadinya defisit neraca perdagangan di negara tersebut. 

BPS Ungkap Dampak Perang Rusia-Ukraina bagi Neraca Perdagangan RI

Sebagai informasi, Indonesia menjadi satu dari 16 negara yang dituding melakukan perbuatan tak terpuji dalam kerangka kerja sama perdagangan, yang diperkirakan menyebabkan kerugian sebesar US$50 miliar. 

“Indonesia seharusnya tidak masuk. Tapi pemerintah harus cermati, karena dari executive order itu akan keluar report dari pertahanan AS mengenai negara yang dianggap melakukan unfair subsidies,” kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, Jakarta, Rabu 5 April 2017.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Mirza menduga, diterbitkannya perintah eksekutif tersebut memang menyikapi pertemuan antara Presiden Trump bersama Presiden China Xi Jinping di Florida. Namun secara garis besar, ada tiga indikator yang dipergunakan AS dalam menentukan, mana saja negara-negara yang dianggap sudah merugikan.

Pertama, dari sisi perdagangan. Masing-masing negara yang memiliki surplus lebih dari US$20 miliar dengan AS, maka masuk sebagai negara yang masuk kriteria merugikan. Sementara yang kedua, transaksi berjalan di tiap negara yang mencetak surplus karena imbas dari neraca jasa yang positif.

Neraca Perdagangan RI Februari 2022 Surplus US$3,83 Miliar

“Indonesia, itu sekarang defisit 1,8 persen terhadap PDB (produk domestik bruto). Jadi tidak termasuk,” katanya.

Sementara yang ketiga, adalah negara-negara yang melakukan intervensi kurs mata uang secara terus menerus. Mirza menegaskan, BI hanya akan berada di pasar, ketika mata uang rupiah terpental dari fundamental yang sebenarnya. Jika sebaliknya, maka hal itu tidak akan dilakukan.

“Artinya, intervensi kurs itu sengaja melemah, sehingga ekspornya lebih murah ke AS. Indonesia, yang terjadi malah mencegah rupiah terlalu lemah. Sedangkan yang disasar Trump, adalah yang sengaja buat lemah currency-nya,” katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya