Jokowi Ingin Dana APBN Banyak 'Digeser' Buat Infrastruktur

Menkeu RI Sri Mulyani (Kiri) dan Menkeu Jepang Taro Aso (Kanan)
Sumber :
  • REUTERS/Mike Theiler

VIVA.co.id – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, Indonesia tidak akan mengalami kekurangan belanja produktif pada tahun seperti tahun lalu. Hal tersebut diungkapkannya ketika diwawancarai Reuters, Senin waktu Amerika Serikat.

DPRD DKI Protes Penerima KJMU Dipangkas, Diduga karena Anggaran Disunat

Ani 'sapaan akrab Sri Mulyani' mengungkapkan, optimisme tersebut didasari proyeksi pemerintah yang meyakini pertumbuhan ekonomi tahun ini bergerak pada jalurnya. Apalagi relokasi anggaran dari yang tidak produktif ke yang produktif, seperti pembebasan lahan untuk proyek infrastruktur, akan dilakukan. 

Ani juga mengatakan, pemerintah pada Juli 2016 lalu sempat memangkas belanja negara sebesar US$10,2 miliar atau setara dengan Rp135,3 triliun. (kurs Rp13.272 per dolar AS). Anggaran tersebut dipangkas, untuk memastikan defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) tidak melampaui batasnya sesuai aturan, yaitu sebesar tiga persen.  Dia memastikan, tidak akan terjadi lagi tahun ini.

Prabowo Bakal Pangkas Subsidi BBM untuk Makan Siang Gratis, Menteri ESDM Bilang Begini

"Kami tidak akan memotong (anggaran). Presiden Joko Widodo meminta untuk lebih banyak lagi (anggaran) dengan fokus pengeluaran yang produktif," ujarnya usai pertemuan musim semi Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia di Washington, dilansir dari Reuters, Selasa 25 April 2017.

Hal lain yang membuat pemerintah RI optimistis lanjut Ani adalah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dirilis Bank dunia. Ekonomi Indonesia diproyeksi tumbuh 5,2 persen tahun ini, lebih tinggi dari asumsi pemerintah dalam APBN sebesar 5,1 persen. 

Kemenkeu Catat Aset Tanah PTNBH Senilai Rp161,30 Triliun

Terlebih lagi menurutnya, adanya pemulihan harga komoditas minyak mentah saat ini. Hal tersebut diyakini bakal mendongkrak perekonomian. 

"Akan ada perubahan dalam (pos anggaran) pendapatan karena harga komoditas. Seperti minyak, kami mengasumsikan US$45 per barel, mungkin akan rata-rata US$50 per barel," ungkapnya. 

Lebih lanjut kata Ani, Indonesia kini berada pada posisi yang lebih baik untuk merespons kenaikan suku bunga bank sentral AS (The Fed) yang sempat heboh beberapa tahun ini. Upaya reformasi fiskal dan moneter yang dilakukan Indonesia telah teruji, dengan kuatnya kepercayaan pasar keuangan terhadap ekonomi Indonesia. 

"Selama pergerakan suku bunga ini dilihat oleh pasar sebagai tanda kekuatan ekonomi AS, Saya kira akan ada sedikit kemungkinan volatilitas," tambahnya. 

Terlepas dari hal tersebut, dia mengatakan bahwa peningkatan belanja infrastruktur yang produktif sangat diperlukan saat ini. Salah satunya untuk mempersiapkan Indonesia yang akan mengelar agenda-agenda internasional, seperti Asian Games 2018. 

"Secara garis besar (anggaran) yang berada di atas (prioritas) tidak akan ada yang berubah,” tegasnya. (adi)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya