Sri Mulyani Yakin Bisa Tekan Defisit Anggaran di Bawah 2 %

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • Chandra Gian Asmara/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Pemerintah, dalam kerangka kebijakan fiskal tahun anggaran 2018, menargetkan defisit anggaran di kisaran 1,9 persen sampai dengan 2,3 persen terhadap produk domestik bruto. Bahkan pada 2020-2021, tak menutup kemungkinan defisit anggaran bisa diturunkan berada di bawah dua persen dalam jangka menengah.

Defisit Anggaran RAPBN 2022 Diusulkan hingga Rp881,3 Triliun

“Kami melihat petanya dalam beberapa tahun ke depan defisit jangka menengah bisa saja di bawah dua persen,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Jakarta, Selasa 6 Juni 2017.

Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, tak memungkiri bahwa perkembangan defisit anggaran dalam lima tahun terakhir cenderung meningkat. Pada 2012, defisit anggaran terhadap produk domestik bruto berada di kisaran 1,86 persen. Namun, pada tahun 2016 dan 2017, defisit anggaran masing-masing berada di angka 2,49 persen dan 2,41 persen.

Postur APBN 2022, Defisit Anggaran Diperkirakan Rp808,2 Triliun

Karena itu, pemerintah akan melakukan berbagai upaya untuk menjaga defisit anggaran tahun depan berada di batas aman. Salah satunya, dengan tetap mengedepankan aspek prudensial dalam menempuh strategi pembiayaan untuk menambal defisit tersebut.

Menurutnya, besaran pembayaran utang pemerintah menjadi penentu besaran defisit dan keseimbangan primer. Maka, diperlukan upaya strategi mendorong terwujudnya komposisi utang yang efisien, dengan risiko yang tetap terkendali dari pemilihan sumber utang dan tenor yang fleksibel.

Jokowi Rencanakan Defisit RAPBN 2021 Rp971,2 Triliun

“Perlu ditempuh strategi menjaga level risiko yang aman, antara lain melalui pemilihan waktu yang tepat dalam pengadaan utang,” katanya.

Keseimbangan Primer

Dengan melakukan berbagai strategi tersebut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu berharap keseimbangan primer bisa dikendalikan. Pada tahun depan, keseimbangan primer diharapkan mengarah menuju positif dari berkisar negatif 0,60 persen hingga negatif 0,40 persen terhadap produk domestik bruto.

“Sehingga tidak mengganggu keberlanjutan fiskal dalam jangka menengah.” kata Ani. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya