- REUTERS/Darren Whiteside/Files
VIVA.co.id – Penerapan aturan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer Averaging, yang merupakan reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter Bank Indonesia dalam meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter, dianggap mampu memberikan keleluasan bagi bank dalam mengelola likuiditas.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja mengungkapkan, kebijakan yang sudah berlaku efektif sejak 1 Juli lalu itu bisa mempermudah pengelolaan dana perbankan apabila diterapkan. Sebab, dana yang nantinya akan disimpan di bank sentral tidak akan dihitung harian, dan bisa memberikan fleksibilitas likuiditas.
“Ini membantu perbankan lebih mudah dalam mengelola likuiditas. Kami di BCA pastinya akan memanfaatkan itu,” kata Tjahja di Jakarta, Selasa 4 Juli 2017.
Penerapan GWM rata-rata memang akan membuka ruang bagi bank untuk meningkatkan kemampuan dan efisiensi pengelolaan likuiditas. Bank dapat memanfaatkan fleksibilitas tersebut untuk penempatan sementara pada instrumen pasar uang, yang tentu pada akhirnya mendorong pendalaman pasar keuangan.
Hal senada turut diungkapkan oleh Wakil Direktur PT Bank Rakyat Indonesia Sunaro. Menurutnya, penerapan kebijakan tersebut bisa mempermudah bank dalam menjalankan bisnisnya secara leluasa. Meski begitu, ia belum mengetahui secara pasti seberapa besar dana yang bisa masuk ke dalam sistem keuangan.
“Nanti kami akan lihat. Karena situasinya sekarang untuk mendorong kredit, kami perlu likuiditas. Karena dengan pelonggaran itu, kalau ada likuiditas tidak terpakai bisa dipakai untuk lending,” ujarnya.
Sebagai informasi, selain diharapkan mampu mendorong fleksibilitas pengelolaan likuiditas perbankan, GWM Averaging pun diharapkan bisa mengurangi volatilitas suku bunga pasar uang, serta menopang stabilitas suku bunga operasional suku bunga 7-Day Reverse Repo Rate sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.