Budidaya Jamur, Gadis Ini Untung Rp30 Juta per Bulan

Bisnis budidaya Jamur
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agustinus Hari

VIVA.co.id – Mengelolah limbah serbuk kayu menjamur jamur tak pernah terpikirkan oleh Inggrid Worung. Gadis 28 tahun asal Mokupa, Minahasa, Sulawesi Utara, ini mulai melakoni hal tersebut karena penasaran dengan ketersediaan jamur di supermarket.

Sempat Diremehkan, Michella Ham Bagi Tips Sukses Bangun Bisnis di Usia 23 Tahun

Apalagi dia menceritakan, jamur merupakan makanan favoritnya. Akhirnya pada 2012, proses budidaya jamur pun mulai didalaminya.

“Sebenarnya, semua berawal dari hobi saya yang suka makan jamur. Ketika jamur susah dicari di supermarket, akhirnya muncul keinginan saya untuk membudidayakan jamur,” ujar Inggrid saat ditemui VIVA.co.id, di lokasi budidaya jamur, akhir pekan lalu. 

5 Tips Bisnis, Memulai Usaha Rumahan Modal Kecil di 2023

Tidak tanggung-tanggu, dia berburu pengetahuan ke Pulau Jawa untuk belajar budidaya jamur. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan jamur yang diproduksinya adalah yang terbaik.

“Saya belajar membuat jamur di Malang, Bandung bahkan Yogyakarta. Baik dari usaha maupun usaha yang sudah menggunakan mesin,” katanya.

Kiat CEO Ternama Bangkit dari Keterpurukan

Setelah mulai menguasai, dia mulai memberanikan diri untuk membuka usaha. Modal awal yang digunakan dalam budidaya jamur tersebut dikumpulkan sedikit demi sedikit.

”Saya dulu bekerja sebagai agen properti. Modal awal yang saya gunakan pada usaha ini sekitar Rp100 juta, namun jumlah tersebut belum termasuk mesin,” katanya.

Alumnus SMA Katolik Rex Mundi Manado ini mengaku, pada awal usahanya, untuk mencampur bahan yang digunakan harus menggunakan sekop. Untuk mencampur bahan memakan waktu sekitar 1,5 jam. 

“Puji Tuhan, saat ini saya memiliki alat untuk mencampur bahan-bahan membuat jamur. Dengan alat, hanya dibutuhkan tiga menit untuk tercampur rata,” jelasnya.
                      
Budidaya jamur

Mengolah limbah kayu menjadi bibit jamur kini tak membutuhkan waktu lama. Dengan alat yang dimilikinya, cukup tiga menit semua bahan tercampur rata. 

“Pertama yang harus dilakukan, serbuk kayu disaring dengan alat. Ampas atau serbuk yang paling kecil yang akan digunakan sebagai media tumbuh bibit jamur,” katanya.

Setelah itu, kata dia, serbuk disterilkan dengan cara dikukus dengan api 120 derajat selama enam jam. Proses tersebut dilakukan untuk mendapatkan jamur dengan kualitas terbaik.

“Setelah steril, serbuk tersebut dicampur dengan dedak. Biasanya setelah medianya dicampur, dibutuhkan waktu satu bulan untuk panen,” ujar anak ke tiga dari empat bersaudara ini.

Selama proses pembibitan, ruangan harus lembab dan kurang cahaya. Begitupun di ruang inkubasi, ada waterjet, agar bibit jamur tidak kekurangan air.

Untuk satu media, bisa dilakukan hingga tiga kali panen. jamur tiram putih yang dibudidayakannya telah dipasarkan di beberapa supermarket dengan harga Rp85 ribu per kilogram sejak 2015 silam.

Menurutnya, per harinya jamur yang ditanamnya bisa dipanen delapan hingga dua puluh kilo gram. 

“Jamur tiram dibungkus dalam sterofoam 200 gram per pak dan dijual Rp15 ribu. Sebulan saya bisa meraup untung Rp20-30 juta,” katanya.

Selain dijual fresh, Inggrid juga mulai memasarkan olahan jamur, salah satunya dalam bentuk kripik. Budidaya Jamur susu pun saat ini sedang dilakukan. 

“Lebih banyak produksi yang mentah, karena banyak dicari orang,” kata Inggrid sambil mengatakan, dirinya kini sedang mencoba membudidayakan jamur susu.
                
Karena banyak permintaan jamur segar, sehingga dirinya membatasi pengolahan keripik jamur. Keripik  jamur diolahnya menjadi tiga varian rasa yaitu, jamur tiram ikan roa, pedas dan original.

Keripik jamur produksinya, sudah dipasarkan hingga ke Bali, Padang, Sorong dan beberapa daerah lain. Namun, dia masih menemui kendala dalam promosi.

“Untuk promosi biasanya saya membagikan gratis. Per pak, saya jual Rp20 ribu. Produk ini dijamin halal dan sehat. Torez keripik ini sudah memiliki PIRT (izin) dari Dinas kesehatan,” ujarnya.

Setelah sukses membudidayakan jamur tiram dan keripik jamur, dia berharap bisa berdayakan masyarakat di Mokupa dengan sistem petani plasma. 

“Nanti kita suplai media jamur yang siap tumbuh ke mereka. Nah, hasil panennya saya beli. Mudah-mudahan ini bisa menjadi peluang usaha bagi masyarakat,” ungkapnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya