Keuntungan bila Beralih ke Transaksi Nontunai

Logo Bank Indonesia.
Sumber :
  • REUTERS/Darren Whiteside/Files

VIVA.co.id – Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Azka Subhan mengungkapkan, setiap tahunnya anggaran pengadaan uang sekitar Rp3 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan baik itu kertas maupun koin. 

Dorong Transaksi Non Tunai, Bank Mandiri Pamer Layanan Mandiri Contactless

"Dana itu untuk perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan, dan penarikan serta pemusnahan uang," kata Azka di Denpasar, Bali, Jumat 28 Juli 2017.

Dia mengatakan, untuk menekan biaya produksi yang cukup tinggi, masyarakat diimbau beralih ke uang elektronik. Apalagi, penggunaan uang tunai saat ini sudah tidak efisien.

Tarif QRIS Harus Ditunda, Gus Imin: UMKM Baru Bangkit

"Kita ambil contoh Jasa Marga, penyediaan uang untuk kembalian mencapai Rp2 miliar per hari. Selain itu, jika menggunakan uang tunai, antre di tol itu lama," papar dia.

Selain itu, transaksi uang tunai tak tercatat dengan baik, dan mudah digunakan untuk kejahatan semisal terorisme, pencucian uang, dan lain sebagainya. Untuk itu, ia mengajak semua pihak beralih menggunakan uang elektronik. 

Keseruan Bertransaksi Non Tunai Menggunakan QRIS BNI Mobile Banking di BNI Java Jazz Festival 2023

Menurut dia, ada beberapa keuntungan transaksi menggunakan transaksi nontunai. Salah satunya adalah praktis saat dibawa. 

"Kegiatan nontunai kita percaya menjadikan efisiensi di sektor pariwisata. Benefit nontunai di antaranya akses lebih luas, tidak perlu bawa uang banyak, higienis, praktis, transparansi transaksi, efisiensi rupiah, dan efisiensi transaksi," urai Azka. 

Saat ini, ia memaparkan, sebanyak 35 persen masyarakat Indonesia telah memiliki rekening bank, sisanya atau sebanyak 64 persen tidak memiliki rekening bank. Meski begitu, Azka menyebut transaksi menggunakan uang elektronik menunjukkan grafik signifikan. 

Ia mencontohkan pada tahun lalu transaksi uang elektronik mencapai Rp7,06 triliun dengan rata-rata 49,5 persen. Jumlah ini meningkat tajam dibanding 2015.

Meski meningkat, Azka menilai terjadi anomali. Umumnya ketika penggunaan uang elektronik meningkat, maka transaksi secara tunai akan menurun. 

"Tapi ini dua-duanya meningkat. Transaksi tunai dan nontunainya sama-sama mengalami peningkatan," ucapnya. 

Kendati begitu, Azka tak menampik masih ada kendala mengenai penggunaan uang elektronik. Di antaranya adalah regulasi untuk mengisi ulang, jumlah merchant dan mesin isi ulang yang terbatas, pengetahuan dan insentif kurang memadai dan penggunaan di sektor pariwisata masih terbatas.

"Tahun ini penggunaan uang elektronik semakin meningkat dibanding tahun lalu yang sebesar 9,86 persen. Hingga Maret 2017, transaksi uang elektronik sudah mencapai 10,92 persen," tutur dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya