Komisi VII DPR Bantah BPH Migas Bakal Dibubarkan

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha.
Sumber :
  • Bayu Nugraha / VIVA.co.id

VIVA.co.id – Komisi VII DPR telah menyiapkan Rancangan Undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) untuk mengganti Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001. Dalam draft RUU Migas, yang diserahkan kepada Badan Legislatif (Baleg) DPR, ada badan baru yang disebut Badan Usaha Khusus (BUK) Migas. 

SKK Migas: Komersialisasi Migas Harus Prioritaskan Kebutuhan Dalam Negeri

BUK Migas adalah badan usaha yang dibentuk secara khusus berdasarkan Undang-Undang ini, untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir migas yang seluruh modal dan kekayaannya dimiliki oleh negara dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. 

Berdasarkan penjelasan tersebut, BUK Migas dalam RUU ini memiliki kewenangan yang sekarang berada di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas), dan PT Pertamina (Persero). 

Aparat Gabungan Bersiaga di KPU dan DPR Jelang Penetapan Hasil Pemilu

Rancangan UU tersebut memunculkan wacana adanya pembubaran SKK Migas dan BPH Migas. Namun Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya Widya Yudha, membantah hal tersebut.

Menurutnya, pembentukan Badan Usaha Khusus untuk mengintergasikan dan tidak mengeliminasi daripada organisasi dan badan usaha yang sudah ada.

Dukung Produksi, 15 Proyek Migas Siap Beroperasi di 2024

"Itu terintegrasi di dalam satu badan yang kita sebut Badan Usaha Khusus yang nantinya mampu memonitor, mampu berkoordinasi dari mulai sisi hulu sampai dengan hilir termasuk di dalamnya pelaku-pelaku hulu dari swasta dan pelaku hilir dari swasta. Itu terintegrasi disitu," ujar Satya di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu 29 Juli 2017.

Keputusan MK

Dia menambahkan, gagasan tersebut lebih ingin mengimplementasikan apa yang menjadi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam keputusannya, MK izinkan  pengawasan sektor minyak dan gas bumi ini dipisahkan antara hulu dan hilir.

"Hal itu dikhawatirkan, kalau dipisahkan antara hulu dan hilir, harga gas yang sampai ke industri atau pun end user akan lebih mahal. Tapi apabila mereka terintegrasi hulu dan hilir kita harapkan akan ada efisiensi dan menjadikan harga lebih kompetitif," kata Satya.

Lebih lanjut, menurutnya, dalam Badan Usaha Khusus tersebut tetap berisi SKK Migas, BPH Migas dan Pertamina.

"Yang sekarang ini mereka berdiri sendiri-sendiri ya kebetulan SKK sekarang ada di Kementerian ESDM dalam konsep BUK, SKK dimasukan kesitu. BPH dimasukan. Tetap aja ada BPH, SKK dan Pertamina. Lalu ada PGN juga yang didalamnya, tapi terkoordinasi jadi badan usaha yang bagus yang tidak diatur sesuai UU BUMN," katanya.

Saat ini proses pembentukan BUK tersebut sudah masuk Badan Legislasi. Nantinya jika sudah dilakukan sinkronisasi dan tidak bertabrakan dengan UU maka akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut dengan pemerintah.

"Kita tunggu saja sampai nanti badan legislasi bisa melakukan sinkronisasi, apakah bertabrakan UU migas atau bertabrakan UU yang ada. Kalau tidak bertabrakan dia dikembalikan ke komisi VII untuk segera dilakukan pembicaraan tingkat satu dengan pemerintah," ujarnya. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya