Geber Investasi Listrik, Jonan Terbitkan Tiga Aturan Baru 

Dua petugas tengah memeriksa fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Nusa Tenggara Timur beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf

VIVA.co.id – Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Andy Noorsaman Sommeng, menyosialisasikan penerbitan tiga regulasi ketenagalistrikan dan energi baru terbarukan (EBT) dalam rangka penyempurnaan dan percepatan investasi.

PLN Dapat Komitmen Hibah dari AS untuk Studi Pengembangan Mini-Grid EBT Daerah 3T di Indonesia Timur

Aturan itu di antaranya yaitu, Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2017. Aturan ini adalah penyempurnaan atas Permen ESDM 10/2017 tentang Pokok-Pokok dalam Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik. 

Kedua, Permen ESDM Nomor 45 Tahun 2017, revisi atas Permen ESDM 11/2017 tentang Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga Listrik. Ketiga, Permen ESDM No. 50 tahun 2017 yang merupakan revisi kedua Permen ESDM 12/2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 

Jalan Berliku Penerapan Energi Baru Terbarukan

Sommeng mengklaim, perubahan aturan ini merupakan upaya pemerintah sebagai regulator dalam mewujudkan iklim usaha yang makin baik dengan tetap mendorong praktik efisiensi. 

"Di samping itu, pemerintah terus mengusahakan harga listrik yang wajar dan terjangkau agar dapat dinikmati oleh masyarakat," ujar Sommeng saat sosialisasi dalam Coffee Morning di kantornya, Kamis 10 Agustus 2017.

Cek Fakta: Cak Imin Sebut Target Energi Baru Terbarukan 2025 Meleset dari 23 Persen Jadi 17 Persen

Sommeng menjelaskan, revisi ini dimaksudkan untuk memberikan rambu-rambu dalam jual beli ketenagalistrikan. "Revisi Permen 10, 11, dan perubahan kedua dari Permen 12 akan memberikan rambu-rambu dalam jual beli tenaga listrik yang sehat, efisien, dan transparan berdasarkan hak dan kewajiban masing-masing," ujarnya.

Dalam Permen ESDM 49/2017 (revisi Permen ESDM 10/2017), ketentuan mengenai risiko yang ditanggung PT Perusahaan Listrik Negara dan badan usaha berupa perubahan kebijakan atau regulasi (government force majeure) dan ketentuan mengenai keadaan kahar (force majeure) berupa perubahan kebijakan atau regulasi dihapus di aturan yang baru.

Selain itu, ada penambahan ketentuan terkait pengalihan hak, antara lain pengalihan saham yang hanya dapat dilakukan kepada badan usaha satu tingkat di bawahnya dan kewajiban pelaporan kepada menteri ESDM melalui dirjen Ketenagalistrikan, perubahan direksi dan/atau komisaris, serta pengecualian ketentuan terhadap badan usaha pembangkitan tenaga listrik berbasis panas bumi yang diatur sesuai peraturan perundang-undangan.

Lebih lanjut, pokok-pokok revisi Permen ESDM 11/2017 meliputi perubahan pembelian harga gas. Jika sebelumnya PLN/Badan Usaha Penyedia Tenaga Listrik (BUPTL) dapat membeli gas dengan harga paling tinggi 11,5 persen ICP per MMBTU jika pembangkit tenaga listrik tidak berada di mulut sumur (wellhead), di aturan yang baru (Permen ESDM 45/2017), harga paling tinggi ditetapkan sebesar 14,5 persen ICP di plant gate dengan syarat-syarat yang berlaku. Dalam peraturan menteri yang baru, bab mengenai jaminan sudah tidak diatur lagi.

Terakhir, dalam Permen ESDM Nomor 50 tahun 2017 (revisi kedua Permen ESDM 12/2017) antara lain diatur penambahan ketentuan mengenai Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Air Laut dan perubahan ketentuan mengenai pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan yang hanya dilakukan melalui mekanisme pemilihan langsung.

Permen ESDM 50/2017 ini juga mengatur perubahan formula harga pembelian tenaga listrik dari PLTS Fotovoltaik, PLTB, PLTBm, dan PLTBg dalam hal BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat sama atau di bawah rata-rata BPP Pembangkitan nasional, harga patokan pembelian tenaga listrik semula sebesar sama dengan BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat, menjadi ditetapkan berdasarkan kesepakatan para pihak.

Sementara itu, untuk PLTP, PLTA, dan PLTSa, formula harga dilakukan secara B to B untuk wilayah Jawa, Bali, dan Sumatera serta maksimum BPP setempat untuk wilayah lainnya.

Selain itu diatur penambahan ketentuan mengenai persetujuan harga, di mana semua pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber energi terbarukan wajib mendapatkan persetujuan dari menteri ESDM dengan menggunakan pola kerja sama Build, Own, Operate, and Transfer (BOOT), kecuali PLTSa.

Dengan adanya perubahan beberapa regulasi ini, diharapkan tujuan utama energi berkeadilan yaitu memberikan akses energi secara merata kepada rakyat melalui pembangunan infrastruktur sektor ESDM serta pengoptimalan potensi sumber energi setempat dengan harga yang terjangkau dan berkelanjutan dapat terwujud.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya